Loader

Maybe something worth to read??

Started by concern clubber, 08/09/05, 16:25

Previous topic - Next topic
FROM A MAILING LIST

Satu bulan terakhir, polisi rajin "menyambangi" tempat-tempat dugem yang disinyalir menjadi tempat pengguna narkoba, khususnya
ekstasi dan shabu-shabu. Mereka selalu ditemani wartawan yang
selalu siap dengan kamera membidik para (calon) tersangka.

Tak berlebihan bila sehari setelah razia, media massa kita, baik cetak
dan elektronik dihiasi berita seputar "Operasi Simpatik" tersebut.
Berita semakin heboh ketika di salah satu tempat dugem, dua orang
selebritas kita sempat menjadi tersangka.

Ada beberapa catatan saya seputar razia ini. Pertama, sikap wartawan
yang terlalu menggeneralisir semua tempat dugem
sebagai diskotik. Dari semua media cetak yang saya baca, tidak satu pun yang berusaha mengkategorisasi tempat-tempat dugem tersebut,
sehingga tidak menyesatkan pembaca.

Sebenarnya tidak terlalu susah untuk membedakan mana yang diskotik, mana yang bar & lounge. Diskotik biasanya menyamarkan diri dengan sebutan "executive club". Sebutan ini kerap dijumpai di kawasan Kota, seperti Golden Crown, Millenium dan Stadium. Sementara kawasan
Jakarta Selatan, tempat-tempat dugemnya cenderung dalam rupa bar &
lounge.

Ini bukan sekadar beda nama, tapi atmosfir dan musik yang diusung pun
beda. Di kalangan dugemers ada istilah "Musik Kota" dan "Musik Selatan".
Kota cenderung ke house musik dengan beat yang sangat cepat, sementara Selatan cenderung ke hip hop, rnb dan kawan-kawan denga beat sedang.

Memang ada juga Musik Kota yang coba dibawa ke Selatan, seperti
dilakukan Palladium, yang terletak di Hotel Kristal. Atau Musik Selatan
masuk Kota, seperti di Club 36 di Pangeran Jayakarta. Dikaitkan dengan
peredaran narkoba, kemungkinan pecinta Musik Selatan mengkonsumsi
ekstasi sangat kecil. Sebaliknya, pecinta Musik Kota, lebih potensial memakai ekstasi.

Kedua, jumlah tersangka pengguna narkoba yang terjaring selama sebulan razia sangat-sangat kecil. Berdasarkan data yang
dimuat majalah Tempo terbitan minggu ini, dari razia di Kawasan Kota,
polisi hanya menangkap puluhan orang. Padahal, secara kasat mata saja, saya percaya, bahwa ratusan orang bisa terjaring positif memakai ekstasi.
Saya beberapa kali menyambangi tempat-tempat tersebut dan bisa dengan mudah mengidentifikasi siapa yang memakai siap yang tidak.
Dan saya bisa mengatakan sekitar minimal 30% yg datang ke diskotik-diskotik Kawasan Kota pasti memakai ekstasi. Ini perhitungan  sangat konservatif!

Saya jadi bertanya-tanya, jangan-jangan ini hanya untuk konsumsi media
massa!? Dan dengan "bodohnnya" media massa masuk dalam "hidden agenda" polisi!! Saya juga jadi curiga, salah kaprah penyebutan "diskotik" untuk semua tempat-tempat dugem tersebut merupakan buah
sikap wartawan yang menerima begitu saja penyebutan yang disorongkan pihak kepolisian.

Saya juga curiga aksi polisi menangkap Ellyas Pical dan Ria Irawan hanya
merupakan agenda untuk menggelembungkan isu betapa seriusnya polisi
memberantas penyeberan ekstasi. Lihat saja, ketika razia tidak mengenai
publik figure, liputan media biasa-biasa saja.
Sayangnya, media massa kita, sekali lagi, telah masuk dalam jebakan
agenda tersembunyi pihak kepolisian. Seharusnya, agenda pemberantasan narkoba ini bisa menjadi pintu masuk untuk laporan
investigasi mengenai seluk beluk jaringan narkoba di tanah dan peran serta oknum-oknum polisi di sana. Yang terjadi malah berita yang "so-so" saja.

Saya, misalnya, kecewa dengan berita majalah Tempo minggu ini, yang
dengan gagahnya membuat judul seputar aktris dan bisnis narkotika di
diskotik di halaman mukanya. Tapi ketika saya baca, isinya hanya rekap
dari peristiwa-peristiwa sebelumnya, tidak ada yang baru sama sekali. Tempo, gitu loh!!

Dalam berbagai kesempatan pihak kepolisian menyebut operasi ke sarang
pengguna narkoba ini merupakan salah satu prioritas utama mereka untuk menghambat penyebaran ekstasi dkk. Apakah mereka telah
melangkah di jalan yg benar? Saya pikir, tidak! Ekstasi tetap saja
beredar di Kawasan Kota. Coba saja datang ke Stadium dan tanya
waiter-nya. Mereka akan langsung mendatangkan bede ke meja Anda!

Setahu saya, sekarang asosiasi pengusaha hiburan malam sedang merapatkan barisan, menunjukkan bahwa mereka memang anti narkoba
dengan membuat logo "say no to drug". Karena terang saja,
tempat-tempat dugem, yang memang bukan sarangnya peredaran narkoba itu, merasa dirugikan dengan razia-razia polisi yang tidak pada tempatnya.

Patut dicatat, banyak orang akhirnya ogah untuk clubbing lagi, bukan
karena takut ketangkap polisi ketika razia. Tapi mereka ogah tampang
mereka masuk media massa atau kenikmatan hang out terganggu karena "ulah tak bertanggung jawab" polisi dan fotografer serta kamerawan yang begitu getolnya menyoroti orang-orang yang ada di tempat dugem tersebut.

ANOTHER ONE

Sedikit mau berbagi cerita aja... kebetulan semalam ngobrol sama pengusaha bisnis hiburan di kawasan Kota. Ia mempunyai banyak cabang tempat hiburan disana.

Sejak pihak BNN dan Polda Metro Jaya melakukan "perang narkoba" dengan melakukan aksi serangan mendadak ke berbagai tempat hiburan di Jakarta. Jumlah pengunjung "anjlok" drastis  mencapai 80 % selama satu bulan ini.

Apa penyebabnya ? Menurut mereka, pengunjung ke tempat hiburan malam itu bisa dikatagorikan dalam 2 jenis: drugs users and non drugs users....

Para drugs users ini sebenarnya tidaklah terlalu menguntungkan bagi pengusaha diskotik karena mereka terlalu "high" dengan "inex atau efek shabu-shabu" sehingga hanya mengkonsumsi air mineral atau soft drink... paling ditambah satu-dua gelas Long Islands. Mereka yang "triping" ini hanya sebagai peramai suasana saja. Ruangannya jadi penuh dan aksi mereka yang dinamis jadi nambah meriah suasana.

Target yang disasar dalam tempat hiburan malam ini adalah non drugs users. Mereka adalah peminum alkohol. Ini sasaran mereka. Para peminum alkohol ini biasanya bisa memesan minuman seperti sebotol Wine, Jhonny Walker Red Lebels, ditambah beberapa minuman lainnya
yang "one-two shoots" sudah bikin asyik. Nah... omzet dari mereka ini sekali datang bisa mencapai jutaan rupiah per kelompok. Inilah penghasilan terbesarnya.

Sayangnya setiap kali ada razia dadakan dari BNN dan Polda Metro Jaya selalu di dampingi oleh wartawan yang meliput kegiatan ini. Hasil liputannya "nyaris" menyamaratakan pengguna drugs dan non drugs. Akibatnya menimbulkan image yang menyamaratakan bahwa pengunjung tempat hiburan malam adalah drugs users. Ini merepotkan.

Ia mengatakan bahwa tiga orang pengunjung non drugs users harus bercerai dari istrinya karena wajah mereka terekam dan dipublikasikan melalui televisi dan media cetak. Ini menimbulkan masalah sendiri bagi pengusaha tersebut.

Ia sangat mendukung program pemerintah yang anti narkoba. Ia juga melarang pegawainya menjual narkoba kalau ketahuan menjual narkoba pasti langsung di pecat. Ia tidak keberatan jika tempat hiburannya di razia model apapun untuk menjaring pemakai dan
pengedar narkoba. Hanya saja kegiatan ini jangan dijadikan semacam kegiatan "humas" pihak tertentu dengan membawa/mengundang wartawan. Ini akan berdampak buruk bagi para pengusaha tempat hiburan dan pengunjungnya.

bnr bgt..sooooooobbbb!!!!!  :evil:  emg SIAL tu sutanto & para antek2-nya plus wartawan yg sok tau"!!!  :evil:   :evil:

iya emang nyebelin abis.. uda deh yang jadi razia" gitu emang goblok! mereka tuh ga tau apa" tapi merasa mereka yang paling bener.. seharusnya kalo emang mereka beneran mau razia atau memberantas narkobi, mereka harus bener" NGERTI dan TAU apa yang akan mereka lakukan.. dan seharusnya mereka juga NGERTI seputar dunia clubbing atau drugs.. itu kan cuman pemikiran mereka yang KOLOT aja yang bilang drugs itu pusatnya di diskotik lah apa lah!! skrg kalo mau bikin hal" negative gitu ga harus di diskotik kok.. dimana aja jadi! knp jd club" yang kena?
harusnya MEREKA tau kalo yang di dalem club itu TIDAK SEMUA yang USERS!!!

pak pulisiiii.... !!! tolong ya di camkan baik2 keluh kesah teman2ku.... kalian kan melindungin dan mengayomi masyarakat...

tanpa kami2 kalian juga bukan apa2....

cheers

udah jadi merugi gara2 acara operasi narkoba+komentar beberapa wartawan yg menyudutkan, masih saja dimintain setoran (jatah) tiap malam.
mintanya jg jumlah duit yg sama, malah kadang lebih...maksudnya apa semua ini pak pulisi? lapangan kerja yg kami bikin sudah kalian hancurkan & kalian menari-nari di atas keruntuhan kami...

wartawan ama polisi tuh sama aja kali munafik nya padahal mereka jg suka gt an jg kok bohong banget mereka gga suka ke club atau diskotik

Wartawan kriminal yang ngeposnya dikantor-kantor polisi emang udah setali tiga uang dengan polisi. Mereka acap kali kerjasama dengan polisi untuk cari duit bareng. Misalnya polisi yang jadi beking perjudian,pasti beberapa wartawan juga dapet duit juga karena tidak memberitakan segala sesuatu tentangtempat perjudian yang sudah bayar ke mereka. Kalau sebuah tempat belum bayar, mereka rame-rame mengeksposnya, kayak yang terjadi akhir-akhir ini. Hal tersebut untuk menaikkan bargaining position mereka di depan pengusaha perjudian atau diskotik, atau apalah yang saat ini gencar di razia. Jadi polisi memeras dengan alasan penangkapan. Sementara wartawan memeras dengan alasan akan diberitakan... Sama-sama bajingan kan????Gw males bgt dengan beberapa pemberitaan akhir2 ini ttg razia di hiburan malam yang langsung maen sorot kamera. Emang semua pengunjung tempat hiburan malam itu kriminal dan layak dimasukkan patroli, buser, tikam, dlll??? Gak kan...? Itu namanya trial by the press. Kesalahan yang diputuskan oleh pers, bukan oleh hakim. Emang bangsat bener wartawan yang begituan..... Wartawan yang model-model kayak begituan makin banyak setelah acara-acara macam patroli,buser, tikam, dll marak di televisi. Hi Indosiar, RCTI, SCTV,dlll..........TERTIBKAN wartawan kaliansupaya tidak kongkalikong sama polisi...

Pas gabriel dresden kemaren gua sempet keluar sebentar en gua liat ada polisi pake seragam komplit lagi godeg.... Hahahaha.... Its true !

tanggkaaaaapppp ajakkk tuh semua wartawan amplopp......