Loader
Menu

Show posts

This section allows you to view all posts made by this member. Note that you can only see posts made in areas you currently have access to.

Show posts Menu

Messages - Discomfort

#251
@DNAB

mungkin masih, mungkin enggak.. but I guess that's not the problem. Masalahnya apakah, baik produsen maupun konsumen event, mau menganggap performer lokal sebagai tuan rumah di negaranya sendiri atau tidak? Apakah kita masih mau memajukan scene ini atau mau gini gini aja nih ? Jujur aja gw cukup kecewa dengan trend "masa kini" ini. Satu label (dengan dukungan / atas dasar tekanan sponsor tentunya ) bawa performer luar semua nunut bawa performer luar, tanpa mikirin impact nya ke scene ini secara keseluruhan sendiri. Sorry if I sound too harsh, but its a fact isn't it?  Gw hanya melakukan ini karena gw merasa kehilangan apa yg dulunya gw cari dari scene yg gw suka ini. It used to be a movement, used to be about the love and happiness, the community, togetherness. It used to be about PEACE LOVE UNITY AND RESPECT. Now there's lesser peace, the love is almost gone, a crumbling unity and should I even ask about the diminishing respect? Bukan mengeneralisasi, but I kinda feel that almost everything in this scene is now based too much on monetary profit. Sekali lagi bukan artinya mencari untung itu buruk, tapi apa cuma segini aja nih?  Is EDM here is just an Industry, rather than that AND a passionately done art form? Moga2 enggak ya..

 
#253
enak, dijilat buat sahur.. ;D husss ah!
#254
Trance / Re: trance is stupid??
21/08/09, 16:32
hehe, gue masih on topic kok.. baca aja..
#255
kok porno mas debon? Kan cuman foto kismis? ;D
#256
Trance / Re: trance is stupid??
21/08/09, 13:10
Quote from: 1945MF on 21/08/09, 10:43
TRANCE is HOUSE !!

emh, mungkin maksudnya Trance & House is equal kali ya mas Romi? Kalo itu maksudnya gw setuju, dua2nya sama2 musik elektronik. Musik gak mungkin bisa bodoh karena musik adalah benda mati. Kalau sampai ada statement yg mengatakan bahwa ada genre musik yg dibilang "bodoh", itu mungkin lebih diarahkan ke pelaku2 dan penikmat2 musiknya, tentunya ini gak pukul rata semua pelaku & penikmat musik trance itu "bodoh". Tapi coba kita "diagnosa" lebih lanjut, apa sih yg dimaksud "bodoh" / "stupid" disini?

Salah satu definisi dari kata "stupid" menurut wiktionary adalah sbb:

" Lacking in intelligence or exhibiting the quality of having been done by someone lacking in intelligence.."

Sementara definisi dari "intelligence" sendiri adalah sbb;

"Capacity of mind, especially to understand principles, truths, facts or meanings, acquire knowledge, and apply it to practice; the ability to learn and comprehend.."

Nah, berdasarkan definisi2 ini, coba kita lihat lagi kenyataannya. Sudahkah, atau lebih tepatnya masihkah, para pelaku dan penikmat musik trance itu sendiri melakukan pendekatan intelegent terhadap nya?

Gue melontarkan pertanyaan ini mengingat bahwa Trance adalah salah satu genre musik elektronik yang paling komersil diantara genre2 musik elektronik lainnya. Bukan berarti hal ini buruk, namun kita juga musti mengingat apa impact dari komersialitas yang berlebihan pada musik.  Gue rasa pada akhirnya pertanyaan itu harus selalu dilemparkan ke semua genre sih.. the moment we forget to question our self is the moment we became truly stupid..

saran gw, hati2 dengan perangkap konformis.

Support to all trance lovers..  *bgs*
#257
Quote from: 7 on 21/08/09, 10:45
@CSB: Pengen banget ang...cuma harus dikondisikan dengan jadwal dese dulu nih. Kalo hari minggunya dia ga jadi maen di Korea, bisa tuh diculik bentar buat semacam open discussion gitu. Ga usah formil2 lah..duduk bareng sambil ngebir2 kecil juga pasti ok tuh hehe :)

bener2.. dalam artian ajakin nongkrong aja deh.. bir2 dikit, skab2 dikit juga biar do'i bawel.. hahahahahah
#258
Quote from: m1d1d4t4 on 21/08/09, 10:36
tantangan buat kita untuk "meningkatkan" kualitas diri bukan?

dengan kata "kualitas" sendiri bukan hanya skill dalam nge-DJ doang, tapi skill komunikasi harus jalan. jalin networking bukan cuma dengan dateng party dan ngobrol sama big boss. rajin-rajin merambah forum-forum DJ / musik elektronik di luar negeri. ikut partisipasi dalam komunikasi sehari-hari mereka, sharing aja masalah-masalah di indonesia, sedikit-sedikit selipin postingan video / setlist lo. Tonton/ dengar juga hasil-hasil karya mereka. Curi ilmu.

Akhir kata, gimana kalo pertanyaannya gw balik : gimana caranya untuk meningkatkan kualitas diri sendiri supaya tidak dipandang sebelah mata oleh EO lokal? :D

@m1d4t

setuju, mau gak mau ini musti berjalan dua arah. Kalau ngarepin perubahan dari luar tapi stagnasi dari dalem terus dipupuk, ya sama juga bohlam. Setuju juga dengan saran2 yg lo kasih. Steal-deconstruct-recreate. Kalo cycle ini gak dijalanin dan produsen2 nya terlalu cepet berpuas diri dengan pencapaian yg udah ada, aborsi aja dari kecil sekalian ;D , disisi lain ini juga jadi percuma kalau apresiasi terhadap progress nya juga alpha.

Dari pengamatan gue, di scene ini kan komponennya ada 4 kalo gak salah: Talents, Label, Venue, dan Sponsor
2 komponen pertama gue liat cukup mendorong sih ke arah progress, tapi 2 komponen terakhir nampaknya agak terlalu berlebihan perhatiannya ke arah "yang aman2 saja". Ini bukan berarti gue menganggap ke mainstream-an sebagai sesuatu yg negatif. Tapi ya mind-set yg progressive dan memberikan dukungan ke jalur di luar itu juga harus. Kalo gak gitu, akibatnya ya perkembangannya jadi timpang; mainstream maju, non-mainstream modar. Padahal utk menciptakan sebuah pasar yg sustainable, dua2nya diperlukan. Analoginya, ini kayak orang cebol; makan terus, tapi pertumbuhannya segitu2 aja. Makanya di setiap entitas, baik itu perusahaan, organisasi, scene, etc, ada yg namanya departemen R&D (research & development) atau equivalent nya.

#259
O iya brodski2 microchip, kalo bisa adain dong session ngobrol2 dikit ttg scene mereka di sana. Gw pernah baca si ttg mereka dikit di majalah spin yg mana gt dulu... beliau2 ini kan pernah dengan sukses merekonstruksi scene di sono.. siapa tau ada yg bisa kita pelajari utk mengobati scene sini yg lagi agak2 sekong.. hehehhe
#260
@7 & Alpink

Iye, ntar aja dibukanya pas deket2 dan udh fix bgt, tau lah jakarta brod.. yg ada ntar talentnya di "T.O" sama orang.. hauhauhau.. culun tapi nyata loh broooddd..
#261
Quote from: Gober on 21/08/09, 00:56

sekarang yang gua concern adalah regenerasi yang mandek. gua liat sih pemain liga junior kok susah naik ke major league. gua takutnya dalam 2-3 tahun lagi pemain lokal cuman duduk di banku cadangan.

missing destination one...

Gue gak tau apakah ini membantu apa enggak. cuman yg gw liat sih gini;

a. EO sekarang banyak yg udh sangat2 tergantung banget sama sponsorship. Nah, dari pihak sponsor tentunya maunya ya eventnya yg hype toh? Sayangnya dalam menentukan mana yg hype dan mana yang enggak kadang2 suka terlalu gampang sih..Instead of searching for new talents, cari aja yg paling populer. Akibatnya "liga junior" jarang kena spotlight (gimana mau kena spotlight kalo ngendon mulu di bangku cadangan?)..

b. Balik lagi ke kondisi invasi dj luar ke sini. Secara DJ yang udh populer aja di sini dijadiin opening dan closing set mulu, gimana yg baru2 ada chances utk masuk?

c. Menyerah. Disebabkan faktor2 di atas dan himpitan realita (atau orang tua / pasangan ), akhirnya banyak yg giving up on being an EDM talent. "Buat apa? susah2 gw ngumpulin plat / beli alat / bikin lagu / bikin footages? Dihargain juga kagak, diajak maen juga enggak, dibayar bener boro2. Mending gw balik lagi kuliah / kerja yg bener / etc".  

d. adanya perubahan trend dari EDM ke Band. Kalopun masi maen musik elektronik, larinya Live PA atau crossover antara live PA dengan Band.  Makanya banyak dari anak2 baru sekarang memilih utk ngeben dibandingin jadi DJ. Lagian scene band kayaknya lebih progressive (bukan genre musik) dibandingin scene EDM. Sementara DJ set nya GGAN dari jaman baheula, band modelnya udh ke mana2. Ok, bisa aja ada yg bilang,"ah gak juga kok, tuh buktinya genre musik yg dibawain DJ udh macem. Ada House techno trance progre electro Nu Disko DnB etc etc". Iya, tapi pada kenyataannya toh yg dimaenin di venue2 ya genre nya itu2 lagi. Yg laen dicap "gak menjual". Gak percaya? Tau gak kalau Alvin dan Indra7 di ban di sebuah club kesohor karena maen minimal? Atau scene DnB yang gak pernah dikasih kesempatan maen di venue gede karena musiknya "susah dibawa goyang".
Sementara gw rasa band sekarang udh gak terlalu maen genre sih ya, makanya evolusinya lebih cepet. Nah, kalau anak2 sekarang dikasih pilihan scene yg isinya GGAN sama yg progresive, kira2  pilihannya yg mana?


#262
Quote from: kucingmandi on 20/08/09, 11:10
@discomfort+rendy
setau saya sih, selama gua maen di TV, produser selalu menganggap screen or LED gua itu penting. jadi semua yang keluar dari gua, harus inline dengan tema lagu ato segment yang ada.
beda banget dengan klub (menurut saya lho), dari futej dan efek yang muncul di screen aja udah beda.
grafis yang muncul harus dengan warna solid shg ketangkep kamera jadi jelas (gak blur)


klub = kebutuhan untuk di tangkap mata
tv = kebutuhkan ditangkal mata MELALUI kamera yang kita tidak tau standar kamera, jarak shoot, jenis shootnya dan kombinasi dengan lighting dan efek stage tambahan.


Oh jangan salah juga mas Kucman, kalau masalah footage musti gini musti gitu sih standar kali. Tinggal request aja kok, gak seribet itu. Sebagai contoh marlboro punya ketentuan VJ gak boleh masang footages2 yg berbau "kartun", atau "menarik utk anak2" (rancu kan? rancu aja kekejer kok, apalagi yg kongkrit). Kalau cuman solid supaya gak flicker pas masuk tv  aja mah cetek sih ya..

gw juga pernah sih ngejalanin event yg mc nya NONGOL di screen via live cam dengan background green screen dan mesti kita keying lagi secara live ( yang artinya kita bikin studio mini di event tsb) yang artinya toh yg diliatnya di screen juga ya.. eh omong2, kalo di visual di event keluarnya di mana ya? Oh iya, di screen juga ya? hmm..

Tapi balik lagi ke TV, gw juga merhatiin sih sedianggap apa visual2an di TV. Se-matching apa antara lagu dan musiknya, kayaknya gak gitu2 amat ya.. bukan gw ngacangin sih, gw tau ngerjainnya gak gampang. But so does club/rave event.. gak kacang2 amat juga kok..

plus, gw agak males kerja ama org tv.. songong2

#263
Quote from: Gober on 20/08/09, 11:23
Gua coba menjawab dari kacamata EO:
DJ bule mendapatkan treatment istimewa, seperti LO yang nemenin kemana mana mungkin karena emang harus ada yang ngurusin kali ya.

Itu dia Yon, masalahnya seriing bgt talent local boro2 ditemenin, diurusin juga kagak.. gak usah deh utk urusan makan minum, kadang2 urusan yg berhubungan sama performance nya sendiri juga enggak diurus. Ini yang bikin gue heran, padahal kan kalo performnya jadi oke kan yg untung eventnya juga.. kan aneh.

Sebenernya gue bikin thread ini, selain menyuarakan agar talent lokal lebih dihargai ya.. benernya sih gw kangen aja ada event  yang talentnya lokal semua, tapi dengan penanganan yang maksimal. Gw yakin benernya kita mampu kok, cuman chances nya aja yg jarang sekali ada..  gitu loh
#264
Quote from: ^rustyman^ on 20/08/09, 06:17
coba kalo dari pihak EO nya lihat ini ya.. apa mereka benar peduli sama perkembangan EDM disini :)


kayaknya sih gak mungkin ya.. kalo iya pun gw rasa mereka gak akan menjawab apa2.. ya gak papa sih, kalau gak mau dialog yo wis, yg penting kita sebagai "insan edm Indonesia"  ( ;D ) mau ngasih feedback, kadang2 soalnya produsennya juga gak tau bahwa keadaan lapangannya kayak gini gara2 kita2 juga mangut2 doang.
#266
Quote from: kucingmandi on 19/08/09, 18:39

dan sekali lagi, bukan untuk exploitasi, tapi emang beneran cuman wadah pembelajaran karena maen di TV ama di klub beda banget....

ok, beda nya apa?

Club/rave event juga diliatin kok, kalau event gede bisa sih sampe ribuan.. Justru ketika kita maen di TV kemungkinan hasil kerja kita diliat oleh penonton TV itu sendiri cukup minus, secara yg jadi fokus di acara2 TV kan performer musik nya. Yg ada Close up, medium shot, close up, medium shot, sekali dua kali full shot. Face it, kalo kt maen di TV sih ya jelas2 jadinya cuman "pemanis" semata. Apa pernah output visualnya secara spesifik di routing langsung ke main switcher dan jadi segmen khusus dari acara tersebut? Enggak juga.

Rundown? Oh live event juga pake. Terutama acara2 korporat (Baik itu dalam bentuk party maupun yg benar2 acara korporat semacam product launching, atau acara khusus seperti perayaan hari raya keagamaan nasional, etc). Bikin bumper? Sama juga bikin. Settingan ribet? Oh jangan tanya..

Begini masalahnya mas Kucman..keberatan gw sih cuman satu ya. Udh jadi rahasia umum kalau harga itu bisa turun tapi susah naek. Sekarang kalau belum apa2 udh jadi habit utk digratisin, gimana kedepannya? Gratisan mulu dong? Malah jgn2 suatu hari kalau ada newbie yg berminat mau maen di TV musti bayar lg.. jangan sampe deh yaaaa...

Soal budget yg gak seberapa, itu bukan (dan gak terlalu ) jadi masalah, tapi jangan cuman fee (atau ketidak adaan fee) yg dijelasin di depan, tapi juga JOBDES & REQUIREMENTSnya.. jangan di depan ngomong apa tau2 ketika di brief kok jobdes dan perangkatnya nambah mulu.. itu jebakan betmen namanya. Lebih bagus lagi kalau emang niatnya utk pelatihan dan experience, ya itu juga ditulis di official event title nya. Misalnya "Live VJ workshop @ tv anu, feat. band ini itu itu ini". Toh kita juga tau sih program TV itu gak murah juga di jualnya. Intinya transparansi aja sih sob..

#267
Quote from: JakClubbers_Media on 14/08/09, 05:45

well .. that's human physiology for ya ...   (treatment kalo ada seleb Hollywood sama seleb sinetron lokal udah pasti beda) <<== enggak tau kenapa tapi emang udah dari sana'nya pasti gitu .. psikologi manusia namanya..


I call that human incompetence and an un-professional attitude, if not discrimination. Talents are talents be they come from hollywood or jogja. Is it human nature to be discriminative? and uh, Psychology? The human psyche CAN be altered through conditioning (thus, the term hype). Question is, do we want this condition ( I refer to my previous statement about the discriminative treatment received by local TALENTS, be them DJ's, VJ's, Bands, Live PA, etc) to remain until "The death of us all"? Gak kan?

Lantas siapa yang bisa "mempengaruhi" human psyche itu sendiri? Salah satunya ya media seperti anda. Sayangnya pembahasan tentang situasi yang, setidaknya menurut gue ya, memprihatinkan ini, cukup minim. CMIIW, tapi seinget gue, ini gak pernah di bahas di media manapun juga. Baik media secara umum ( yang tidak menganggap EDM talents sebagai seniman) atau pun media yg mengkhususkan diri dalam subject matter tersebut. Belum creator dari event2 itu sendiri yg selalu aja "latah" berlomba2 bawa talent luar ke sini. Impact dari yg satu ini gede bgt. Contoh simple nya, kalau "karya" (dalam hal ini event) yang hanya melibatkan talent local kelasnya sinetron terus, gimana masyarakat kita sendiri bisa respect sama talent2 local tersebut? Padahal talent2 local ini sendiri juga bukannya gak mampu kok. Disisi laen, berapa kali kita menjadi saksi kenyataan bahwa, DJ2 internasional yg katanya "Wah" pun, maennya gak bagus2 amat ketika diundang ke sini?

Ok, anda bilang perlakuan dari label dan sponsor sudah cukup adil, tapi coba kita lihat saja di hal2 seperti publikasi event2 pada umumnya. BIG LETTERS for international talents dan huruf kecil2 buat "supporting" talents yg selalu talents local (kalau ditulis itu juga, ada loh sponsor yang gak mau menuliskan talent local di publikasi eventnya). Ironis ketika toh nyata2nya yang bawa talents2 luar itu orang Indonesia juga. Yang artinya talent2 luar itu yang tamu, bukan sebaliknya talent2 local yang "ditamukan" di event local sendiri.  Sering kejadian talents local "dibuang" ke  stage kecil yang penanganannya juga seadanya. Di bali kemaren bahkan ada DJ local yg ditolak masuk ke venue event yang dia juga ikut terlibat utk perform, dengan alasan "namanya gak ada di guest list". Mungkin lo musti melihat lebih jauh lagi dari sekedar penyediaan table VIP, anter jemput, dan makan. Coba tanya deh ama talent2 local yang pernah terlibat di event2 "gede" ini (and lets not talk big names, as in talents that are the owners of the labels that created the events.. kalo ini ya jelas2 di service abissss wong juragannya kok)..

Hype? Hype itu diciptakan my friend. So if we didn't create the hype that our own local talents were as good as other nation's talents, the hype wouldn't exist. Rules of thumb dari hype adalah, ketika hype tersebut terlalu di push, dia akan mati. It happened to Disco on the 70's, it happened to ska in indonesia on the  90's, it happened to grunge, and many2 over - exploited subcultures around us. Tanda2 nya di scene EDM ini sendiri juga udh ada kok. Salah satunya anda sendiri udh bilang;

Quote..gw pernah liat talent International maen tapi Club'nya sepi..

Kenapa ini bisa kejadian? Ya karena kejor jorannya bawa talent luar itu tadi! Face it, people r bored of this so called international talents!

Intinya gini, kalau gak media local, venues, label2 local dan sponsor ini yang memposisikan talent2 local sebagai tuan rumah di eventnya sendiri, lantas siapa? Coba kita balikin, Talent2 luar yg geda2 itu sendiri jadi gedenya di mana? Negeri orang lain? Gak toh? Ya di negerinya sendiri lah! 

cheers!
#268
Sebagai pengantar aja sebelum bali summer ya..

Sorry nih, cuman ngingetin aja ama temen2 promotor event yg geda2..  ada apa sih dengan selalu membawa talent luar ke dalem? Bukan gak appreciate dan ungrateful loh ya, cuman ngomong talent lokal nih.. emang jelek2 amat ya sampe musti SELALUUU aja talent lokal di underdog-in ama talent luar? Kebayang gak sih dengan duit sedemikian banyak kita bisa bikin apa dengan talent2 lokal yg sumpah gak kalah keren juga gitu? Mana community buildingnya? Apa kita musti dicekokin talent luar mulu ya? Trus "eksklusif" nya di mana kalau  sebulan 3-4 kali (bahkan lebih) talent luar berbondong2 maen ke sini? Kasian gw asli..

Dan kayaknya gak usah deh ya gw bicara soal treatment yg jomplang bgt dalam menghandle talent luar dan dalem.. ngalamin bgt kok gw.. sementara talent luar ada liaison offier yg bolak balik ngurusin makan minum etc, kita dapet makan, dapet minum aja kagak..emang sih gak selalu ya kejadian separah ini, tp kerasa kok segimana jomplangnya treatment yg kita terima (ini baru treatment ya, belum ngomong fee) Plis bapak2 dan ibu2 sponsor dan label2 besar yg terhormat.. Kalo gini mulu, ini namanya penjajahan kultural. Gw tau subject ini udh pernah di bahas dulu kala, tapi kok ya beneran gak ada kemajuannya ya? Malah makin parah deh perasaan. Trus kapan kita majunya kalau support yg mustinya diterima talent lokal malah diabisin bwt talent luar mulu? Sedih asli gw ngeliatnya..

Udah gitu mahal2 bawa talent luar, jebret maen, pulang.. minggu depan yg baru lagi nongol.. asli kok jadi kayak nonton dvd ya? gak berasa juga jadinya kan? Keuntungan bwt komunitas lokalnya apa? Belajar? Iya sih, tp gak sejauh sampe kalo bikin workshop atau project kolaborasi serius juga toh? Lantas kenapa enggak? Kan bisa jadi promosi yg keren juga kalau misalnya ada sebuah brand yg mensponsori proyek kolaborasi luar dalem dan hasilnya canggih.. beuhh.. global coverage asli.. tapi kok gak ada ya? Paling dulu 360 sempet bikin yg workshop / ngobrol2 itu. sama JADE yg dulu itu paling..Abis itu ada lagi gak sih? jgn2 gw yg miss..

Sekali lagi mohon maaf sebesar2nya, gw cuman pingin membuka pintu dialog aja. Soalnya asli gw penasaran nih.. kenapa ya? Jelek? Kurang bergengsi? Kurang gaya kalau gak bawa talent luar? Apa?  

#269
@DTX

No probs m8!

Ini ada review yg gw bikin ttg Burial dulu sama ada donlod link (gak tau masi jalan gak ya?)

http://ravelex.net/forum/index.php?topic=11206.0

sama ini ada pembicaraan di forum dubstep bristol ttg kawinan dubstep ama minimal, cukup menarik..

http://www.hijackbristol.co.uk/board/the-forum/this-minimal-techno-dubstep-ting/50/?PHPSESSID=filfaf7h3arlvlh1q712rm4qb5
#270
dubstep sangar, tp gw lebih suka yg cenderung atmospheric - minimalistic model burial ( check http://bonafidedarling.blogspot.com/2009/07/new-burial.html for downloads) atau Boxcutter ( Sound glitch-y model apex twin, myu-zic atau eDIT, tp masih ada slopes of sub-bass yg jd trademark dubstep).. oh ya, sama kaman leung juga.. cenderung menjurus ke abstract instrumental hip hop sih, tp arah2nya ya ke dub step gw rasa..  Surprisingly, ternyata sekarang dubstep juga cenderung bisa dikawinin ke.. minimal tech! Jadinya ya Dubtek (jangan ketuker sama dubtech, kl ini beda lg), atau ada jug ayg bilang tech-step. Model2 artist nya kayak appleblim (http://www.sendspace.com/file/uzkxkz -> mixtape nya b2b sama ramadanman, check playlistnya di http://thesonicminefeild.blogspot.com/2008/06/dubstep-techno-hybrid-tech-step-dub-no.html , ada villalobos side by side ama artist dubstep model pangaea, dan glitch hop seperti Ghizlain Poirier) shackleton atau gatekeeper.. oh buat local, si electrofuxx juga skrg mulai produce dubstep sih.. kl gak salah gw sempey upload link video youtube nya.. ada deh di sekitar sini.. hehehe

yagitu deh.. semoga membantu ;D kalo ada link dl lg gw post sini deh
#271
Maaf ni jakclubbers.. statement we're all be DEAD kalau sponsor gak mau ngeduitin.. buat gue siiih ya, ini agak sedikit lebay sih..

Gw rasa ketakutan keilangan sponsor kyknya gak perlu gitu2 amat juga deh.. banyak bgt komunitas underground (gak cuma elektronic dance) music yang bisa survive bertaun2 bikin event dengan minimal (dan kadang tanpa) sponsor. Liat Javabass Crew, udh berapa taun tuh? Yang ada malah semakin maju dengan anggota komunitas yg konsisten ngedukung labelnya Dan event2 nya toh tetep jalan juga. Belum yg laen2 kyk basement house, microchip, echosystem, blackout, dll dll.. gw rasa masi banyak lg malah..mungkin gw sok tau, tp coba tanya sendiri deh, berapa persen sih dari event mereka yg disponsorin dengan bener? IF they were sponsored at all that is.. Tp seperti gw bilang tadi, toh masih pada jalan terus kan sampai sekarang? Untung? Lebih banyak ruginya gw rasa.. the question is why the hell did they do that? The answer wud probably be that THEY DO IT FOR THE LOVE OF THE MUSIC, THE FEELING, THE JOY OF IT.. I mean, isn't that the core of it? Bukan berarti mereka gak mau untung, jelas semua juga mau. Tp blk lagi soulnya gak di situ bukan?

Gw rasa ada bagusnya sih kejadian kayak gini,  dari sisi laen. dengan keadaan kyk gini, bisa keliatan mana yg emang bikin event cari untung doang dan mana yang melakukannya JUGA karena suka. In a way, it removes "the fat" from "the meat". Sekali lagi bukan berarti mencari keuntungan material adalah sesuatu yang tabu, tapi bukankah ada baiknya sekali lagi kita bertanya kepada diri kita sendiri.. benernya intinya ngapain sih gini-ginian? Duit apa Kesenangan? Siapa tau kalo kita masih konsisten, lama2 juga ketemu systemnya supaya gak rugi. Kata orang, the poison that don't kill us make us stronger. Bukan sok bukan belagu, tp gw yakin kalo cuman gini aja sih gw bukan masalah gede.. bokek? Rugi duit? kayaknya biasa deh kita.. tapi toh cari duit masih bisa dari yg laen ya? Rugi tuh kalo udh susah2 gini2an masi bete juga..

Solusinya utk ngakalin kondisi ini?

1. Hindari ketergantungan.

Ketergantungan dari siapa? Siapapun juga.. Be it sponsorship, venue, pemda, agen, overpriced and/or over-hyped but under qualified talents, atau siapapun juga yg ujung2nya bersikap seperti middle man. Apa itu middle man? maksudnya adalah orang ketiga (orang pertama; pencipta produk, orang kedua; pembeli produk) yang dengan sedikit atau tanpa usaha yg sesuai mendapatkan keuntungan dari usaha kita. In short; perantara.   

2. Be creative

Problem selalu ada, tp begitu juga solusi. Tentunya beda problem ya beda solusi. Seringkali kita merasa desperate karena kita merasa semuanya jadi buntu. Padahal solusinya ada, cuman kita gak liat. Atau bahkan gak mau liat. Kreatifitas juga jadi penting karena gimanapun juga, kita ini kreator ( Gw sih prefer slayer sebenernya dibandingin kreator ;D ). Kalau event yg kita bikin gitu2 aja, gak usah ada masalah ini sponsor juga males ngeduitinnya.. Bayangin, dari jaman ali topan anak jalanan, sampe ke catatan si boy, sampe ke pocong 3, settingan scene "party" ya gitu2 aja. Ada yg nyetel musik, ada yg dansa dansi, pura2 slebor, padahal minum sirup marjan. Ok, ini adegan film.. tapi ngaku deh, kenyataannya gak jauh beda kan? Intinya, mari mencoba hal2 baru. Dan jangan takut gagal juga, gagal itu biasa kok buat org2 sukses. Tanya aja steve job.. Kreatif juga lah dalam berjualan; Kalo jualan 1 jenis minuman rugi, jual minuman yg laen. Kalo jual minuman rugi, jualan merchandise. Kalau merchandise rugi, jualan uzbek kek apa kek. etc etc.. 1 yang gak boleh di jual? Integritas..

3. keep it real

Jangan sekali2 menjadi sesuatu yg bukan kita. We end up being a fake. Prestise, status, apa itu.. prestise gak bikin kita seneng, gak bikin awet muda, gak bikin world peace. Prestise cuman ada buat orang2 yg gak cukup pede menjadi diri mereka sendiri. Bukan sok ngajarin, but If you gonna do somethin, do it because you want to. Bukan utk eksistensi, status, n all that BS. Diluar itu, dimana2 yg asli lebih laku dijual dibandingin yg palsu. If we're really going to do a good and sustainable bussines, sell real things. Be real, because cheap imitation wouldn't cut it..

4.  Quality Over Quantity

Sekedar pengamatan aja, tp kok kayaknya gw liat event edm kok kebanyakan bgt ya? Kalo mau jujur kualitas nya juga ya gak bagus2 amat. Dan yang mustinya bagus akhirnya jadi biasa aja karena event overkill td. Bayangin dlm 1 minggu aja ada berapa event? Saran gw, kayaknya gak usah dipaksain utk bikin event kalo emang gak siap. Logika aja, daripada bikin 10 event yg nanggung, bukannya mending melakukan 2 event yg quality saja? Secara cost juga jdnya gak efisien, karena kebanyakan duit dan tenaga yg kebuang percuma kalau cuman bwt bikin event nanggung sih.. lagian all good things takes time kok.. sante aja..

5. Konsolidasi & Fair Play

Face it, jaman susah. EDM scene is declining. Masih logis gak bwt saingan2 gak sehat, colong2an artis, backroom deals, sharing profit akal2an dan permainan "konco-konco"an? Daripada kayak gini gak mending kerjasama n do good bussines aja gak sih? Good as in being fair to your partners, jgn mau untung sendiri sambil ngerugiin org laen. Kalo maju juga maju bareng2 juga, gak sendiri2. Ruginya di mana sih? Ego nya keteken? Telen deh ego, hari gini.. Bukannya tiap hari kita juga belajar nelen ego ya? ;D 

OK, segini aja dulu, di pojokan udh ada yg mulai manyun tuh ;D sorry if i offend anyone, this is just my POV. No harm intended. Maaf kalau gw keliatan sok ngajarin n sok tahu.. emang gw belagu, sok tau, n brengsek dari awalnya sih, nanggung juoooo.. ;D gak bisa semuanya jadi jagoannya kan? ;D

Peace in the middle east!!
#272
bukan masalah penjiwaan sih brod kl dr point of view gw. Ada beberapa alesan orang gak beli CD :

1. Ketidak tersediaan stok (apalagi obscured music)
2. Harga
3. Practicality. Kalo bisa donlod buat apa beli?
4. Nyoba dulu, kalo bagus (dan barangnya ada) baru beli CD nya

Diluar itu sendiri, toh market juga yg ngepush org utk jadi donlod gratis. Coba liat di pasaran, apakah cd player di promosikan seimbang dengan mp3 player (atau perangkat lain yg bisa ngeplayback mp3)? Bahkan rata2 cd player generasi baru juga bisa maenin cd dengan konten mp3 toh? Pasar emang di bentuk sama konsumen. Tp toh disisi laen yg ngebentuk konsumen ya pasar juga.
#273
Dulu istilahnya piracy, sekarang lebih dikenal dengan "sharing". ;D

kuncinya sih better living through merchandising kayaknya. Bahkan ketika si pemusik berjualan CD pun, CD itupun udh musti di treat sbg merchandise / memorabilia / collectible items. Artinya gak bisa cd tok doang, musti plus apa plus apa. Packaging jadi penting bgt karena akan lebih banyak digunakan sbg pajangan instead of bwt didengerin. Tapi tetep nantinya fokus utamanya di live performance sih. RBT? suatu hari bakal ada yg ngebom juga. Ramalan gw bentar lg bakalan ada bisnis multimedia via web yg menyediakan jasa pemutaran RBT pilihan sendiri secara gratis. Duitnya dari mana? Either membership atau / dan  iklan.  

Tp tetep musiknya sendiri gak boleh nanggung. Kalo mo katro katro sekalian sampe jadi lucu, mau aneh aneh banget sampe jadi niche. Idealnya si pemusik, selain mengembangkan musiknya tentu, juga mengembangkan "image" nya seperti produk menjual brand. 
#275
hahhahhaha Mbah Su R.I.P dubtech soundsytem reprazent!!.. mantap Vid!