Loader
Menu

Show posts

This section allows you to view all posts made by this member. Note that you can only see posts made in areas you currently have access to.

Show posts Menu

Messages - Discomfort

#1


"Clubbing is a culture, not a few messy hours in the middle of the night, but EDM culture doesn't promote that. If you're Suzie who just graduated high school in Florida, you go to Ultra and think "Holy shit, Avicii is about to blow my panties off."

Read on http://thump.vice.com/words/seth-troxlers-guide-to-dance-music-festivals-clubbing-and-not-being-a-terrible-human

#2
Music / Re: Track of the day
01/02/13, 08:20
Saya tau ini belum bulan puasa, tapi ini jenius: Ada anak bertanya pada bapak nya (Jake Whale Religious Remix) [soundcloud]https://soundcloud.com/jakewhale/ada-anak-bertanya-pada-bapak-nya-religious-remix[/soundcloud]
#3
"NO PRETENSION"

..tuh
#4
Original Release / J.Grim - C-108
23/01/13, 12:43
[soundcloud]https://soundcloud.com/j-grim/c-108[/soundcloud]

Produced using FL Studio 6 on an old Compaq laptop and cheap headphones. Enjoy!  ;)
#5
Visual Jockey / Re: 3D Mapping
28/08/12, 18:58
@adhie gak ngasih input kok dibilang sombong sih di? Tinggal tanya gitu. Ribet banget ente. Lucu2an begini? Gak lucu sih, bikin sengketa iya. Mbok ya kalo mau diskusi yg produktif lah, nanya spek baek2 kek gimana kek. Udah lah mending lo gak usah posting, bikin sengketa aja..  *jlk* *jlk*
#6
Quote from: PC CL on 20/07/12, 11:49
Bro Discomfort, salam :)


Bicara tentang konsep, sebenarnya clubbing kalau dari sisi venue, mau konsep bagaimanapun tetap dinilai berhasil atau tidaknya justru dari revenue. Semua kembali ke venuenya lagi apakah revenue itu diambil 100% atau di REINVEST ke quality music atau tidak. Jika diambil 100% maka venue itu dijamin tidak akan bertahan :)

Maaf sekali lagi kalau post ini tulisannya rada berantakan :) Just our 2cents

PC Club & Lounge

Setuju banget mas. Sebenarnya apa yang saya tulis diatas semuanya kurang lebih standart, sekedar illustrasi saja untuk menekankan point soal revenue tidak seharusnya menjadi "momok" bagi inovasi. Ok mas, semoga sukses terus :D




#7
Quote from: PC CL on 16/07/12, 13:03

Di satu sisi, kita mau memajukan EDM scene,  terutama di Sumatera khususnya Palembang; we love good music, we love quality crowd. Tapi di sisi lain, seberapa tahan operational cost dan investment yang dikucurkan untuk komit. Mungkin itu yang membuat beberapa club di Palembang kurang bisa bertahan dengan komitmennya.


Salam kenal juga PC Club & Lounge,

Sangat bisa dimengerti mas, adalah tidak mungkin untuk sebuah bentuk usaha apapun untuk bisa maju tanpa revenue. Tapi harus diingat juga, bahwa dalam sebuah sustainable business, selain revenue, diperlukan juga inovasi. Tanpa inovasi, bisnis tersebut tidak akan memiliki leverage untuk terus bertahan. Kalau yg saya tangkap di bisnis club akhir2 ini, yang umurnya panjang bisa dihitung jari, apalagi utk ukuran kota - kota besar; akan selalu ada venue yang lebih baru lagi, lebih mewah lagi, lebih besar lagi. Problemnya adalah ketika terjadi penumpukan modal besar - besaran ke arah yang, setidaknya bagi saya, tidak substansial. Misalnya, sedang musim nobar bola, jor2an club beli giant screen / LED Wall / atau yg sejenisnya, sementara di hari2 biasa cuma jadi penampang promo minuman / event / visual ala kadarnya, ini kan akhirnya wasted effort. Atau sering juga kejadian setiap 1 tahun venue direnovasi besar2an, ganti konsep, tapi konsep yg dibuat juga tidak berdasarkan research yg memadai. Artinya, setidaknya dari pengamatan kacamata awam seperti saya, yang nampak adalah ketidak sinergian konsep venue dengan planning secara keseluruhan. Kalaupun ada, sepertinya konsep sendiri memang tidak dirancang untuk sustainable. Ini yang jadi pertanyaan bagi saya, sebenarnya ada nggak sih semacam departemen R&D nya? Bila tidak ada, lantas bagaimana venue tersebut bisa membaca trend terkini? Bagaimana bisnis tersebut bisa menciptakan leverage via inovasi2 tadi?

Bila permasalahannya adalah biaya tambahan lagi, sebenarnya bisa saja ditanggulangi dgn semacam system subsidi silang; acara2 yang menghasilkan revenue besar tetap diadakan, namun diluar itu juga diadakan beberapa hari yang dikhususkan utk event2 "alternatif". Yang saya kategorikan event "Alternatif" disini yakni event2 yg diluar "dagangan sehari2" dari club tersebut. Secara konten bisa event musik yg masuk kategori "underground" EDM, atau event2 berkonsep eksperimental, misalnya. Utk modelnya ,lets say, dalam 1 bulan ada 8 hari di tiap weekendnya bulan itu ( tiap jumat - sabtu ). Misalkan disisakan 1-2 hari di ke 8 hari diatas, sisanya masih 7-6 hari di weekends. 1 -2 hari itu bisa diisi dengan event2 "alternatif" tersebut. Venue kemudian bisa bekerjasama dengan label2 yang dinilai cukup profesional dan juga memiliki wawasan dan visi yg jelas, serta didukung oleh komunitas. Komunitas dengan sendirinya akan membantu dalam menyebarluaskan "buzz" dari event nya. Tentunya, dukungan media yang sesuai juga akan sangat membantu.

Strategi dalam memasarkan event2 ini pun harus terkoordinir dengan baik; misalkan pada  tanggal sekian akan diadakan event dengan niche tertentu,lets say 3 minggu sebelumnya, media sekitar bisa memulai menjual buzz dari niche tersebut. Jadi, potential crowd diberi semacam edukasi atau setidaknya informasi yang cukup tentang apa yang akan disuguhkan di event tersebut (Interview podcast / video teaser yg disebarkan via social media, misalnya. note: website khusus bisa sangat membantu utk hal ini, tidak usah yg terlalu canggih, semacam tumblr pun sudah cukup)

Intinya, saya rasa seharusnya kewajiban untuk mendapatkan revenue tidak harus menjadi halangan untuk menciptakan inovasi - inovasi baru. Mohon maaf apabila saya berkesan "ngajarin", sekedar sharing sekalian reality check aja, jgn2 saya yg "mablang" hahahahah.. Semoga sukses selalu!

:D
#8
Quote from: danzig on 03/07/12, 07:36

So, you can't hate on a dog for not being a cat, or a car for not being able to fly, or any other non-judgmental metaphors you can think of. And you can't expect a growing mass of EDM fans to want a rarified, occasionally difficult, protracted dance floor experience: They probably just want to buy the ticket, ride the LED-lit ride, and go home. But if you want more, you can definitely take your business elsewhere – or to an additional place.

But most importantly, you can start to set new standards for upstarts, demanding that in order to be called a DJ-curator-MTG-whatever, they have to dig deep. They have to show you something. They have to change it up. They have to play with their heads AND their hearts.


These, for me, sums it all.. Good post meng!
#9
Quote from: nandi_binus on 10/07/12, 12:59
Underground udah jadi komoditas sekarang..bukan ideologi lagi..imho

Hahahha, whaddaya expect broh, we live in a capitalistic world; everything is a commodity. On the other hand, gak berarti juga gak ada yg mempertahankan underground secara ideologis. Tidak hanya ada, tapi gw rasa gak mungkin gak ada, secara the so called mainstream pun bergantung kepada keberadaan underground ini; seperti yg gw bilang tadi, apapun yg mainstream ya awalnya underground2 juga, and vice versa; apapun yg underground at some point akan jadi mainstream juga.
#10
I Dream of Wires: The Modular Synthesizer Documentary



"I Dream of Wires,"  sebuah project dokumenter yang didanai secara "crowd - funding", menyelami secara lebih jauh tentang ketertarikan musisi elektronik dalam penciptaan karyanya menggunakan modular synth, melalui interview - interview dengan pemusik - pemusik eletronik seperti Trent Reznor, John Tejada, Carl Craig serta masih banyak lagi. Potongan2 dari film ini telah dipertunjukan secara publik bersamaan dengan sebuah showcase khusus di MUTEK Festival yang diadakan di Montreal, Kanada, pada tanggal 2 Juni kemarin. Showcase tersebut memunculkan nama - nama seperti Sealey/Greenspan/Lanza (Orphx/Junior Boys), Keith Fullerton Whitman (Kranky/Editions Mego), Solvent (Ghostly International/Suction Records), Clark (Warp Records), dan Container (Spectrum Spools).

Release dari film ini sendiri masih belum diumumkan secara luas, namun diperkirakan Fall/Winter 2012 ini, khalayak ramai bisa mendapatkan DVD nya secara langsung dengan cara menyumbang langsung via http://www.indiegogo.com/I-Dream-of-Wires-film

Untuk informasi lebih lanjut, berikut facebook site mereka: http://www.facebook.com/idreamofwiresdocumentary
#11
Quote from: Rizko Pradana. A on 10/07/12, 02:18
maaf saya mau nanya,yg dimaksud underground disini tu kayak gimana ya? musik? mindset? atau movement? atau musik minioritas itu dianggap underground? atau mungkin udah pernah ada pembahasan underground belum di thread lain?

mohon pencerahan...

IMHO, ini cukup menarik utk dibahas juga. Secara embel2 "underground" mendadak jadi big deal sekarang. Way I see it, not much difference. Mainstream, underground, indie, major, apalah itu. Nothing but labels for markets. Apa yg sekarang underground at some point bakal jadi mainstream dan bisa balik lagi dari mainstream mendadak jadi underground lagi ketika approach nya dirubah. Sedangkan Indie dan Major, mungkin hubungannya cuma sama modus distribusi dan pada kasus2 tertentu, besaran modal yang dikeluarkan. Yang jelas baik underground maupun mainstream, indie maupun major, yang penting adalah profesionalisme dalam menjalankannya, karena manapun jalan yang ditempuh, semuanya punya potensi yang sama untuk menjadi besar
#12
Quote from: David Tjin on 08/07/12, 22:27
no offense ya, tapi kenapa harus ada drug reference ya di hampir setiap post disini.. if you're into drugs, so be it, gak perlu bilang2, kasian buat yg baru mulai kaya gw kan jadi kepikiran kalo mau enjoy music harus ada vitamin

Re: [POLL] Apa sebenarnya yg diinginkan EDM crowd?
coba kalo dance music drug-free.. dijamin org2 lebih selektif milih musik kalo emang dalam keadaan sadar.. but then again, popular genre disini sih kayanya gak bisa dinikmatin tanpa pengaruh obat2an.. which i think is RETARDED!


@David

Ngobat apa enggak sih itu pilihan personal, ada yg mo ngobat ya silahkan, enggak silahkan. So called "retardations" came in many form, whether the person involved used drugs or not. I've seen drug free idiots getting high on self righteousness as often as I see idiots taking drugs as a way to get recognitions. As far as I see here, drug related comments were nothing but jokes anyway, so perhaps its shouldn't be taken too seriously.     

#13
ahiwwww!!! Tarik mang!!
#15
Quote from: Punkmoses on 03/07/12, 13:37
Justru itu gw sebenernya juga mau "Meng-edukasikan" diri gw dimulai dengan memulai meng-explore Deep House, Nu Disco, Techno, Minimal, dsb. yang notabene lebih masuk ke kuping gw, dan lari-nya ya gw register kesini dengan harapan gw bisa ngebuka wawasan gw lebih jauh soal bermusik di atas vinyl ini (Baca: Dance Music).

Banyak juga temen temen gw yang punya satu keinginan, mereka juga pengen tau ada ga sih yang buka seminar / klinik2 yang lebih mengedepankan wawasan musiknya ketimbang industri musik itu sendiri. Bisa aja kita mulai dari autis merental studio DJ per 2 jam seminggu sekali / dua kali untuk nalar tangan kita awal2. Tapi itupun belum cukup kalau "bibit2" yang berpotensi tidak terarah. Kasarnya macam menanam biji ganja di ladang tandus milik polres jakarta selatan, sama aja bohong kan ;D

EDM emang lagi naik daun, tapi untuk kategori kita anak2 forum yang terus update kabar & berita di internet pasti bakalan cepet sampai ke kita, beda hal-nya dengan orang2 yang dapat refrensi musik & pengertiannya dari mulut ke mulut / dari club ke club maupun radio lokal. Gw pribadi sih berharap aja bakalan lebih banyak klinik, gathering, dan kopi darat anti sekat junior-senior yang beredar dan nggak cuma di adain di jakarta aja. Dan nggak cuma untuk DJ-ing aja, tapi juga buat Visual Art, psikologi (membaca crowd), producing, mastering, sampai akhirnya nanti masuk ke industri label indie / major.


Wah! Mantap! Yg gini nih..

Honestly, dulu waktu masih ada Hammer and Mace, kita ampir bikin project oriented workshop utk yg kyk gini, sempet ngontak beberapa kawan juga, baik di bidang video maupun audio, dan sambutannya udh positif. Cuman nasib bicara lain, bubar deh kita, hehe..
#16
i love it..AHSUDAHLAH
#17
Quote from: Ucil on 03/07/12, 01:07

..thousands of people in ancol, all dancing to EDM, and mind you no commercial Avicci, Guetta Sounds.....(at least seinget gw gitu)....Kenapa bisa begitu ya ? apakah karena tiba2 the masses berubah jadi EDM freaks overnight, atau karena pioneers ini nge-push terus sound mereka ? Id like to think its the latter.....


Itu maksud gue, terus2an nyalahin market laen yg jualan pentilism gak guna sih, biarin aja, its just another market. Yg penting skrg bagaimana kita menciptakan market laen dengan treatment yg beda. Blaming doesn't change syit; yg katro ya katro, yg bagus ya bagus. Daripada terus2an maen blaming game, mending juga keep on keeping it on. In time org ngerti kok
#18
Techno / ELEKTRO GUZZI
03/07/12, 01:13


ELEKTRO GUZZI

Elektro Guzzi is a Techno Band. Yes, a band. Bernhard Breuer, Bernhard Hammer, & Jakob Schneidewind, from Dusseldorf, Vienna, use no laptops, nor sampling. For everything you heard was done live in front of your eyes using drum, bass, and guitar, sometimes with additional instruments and effects, but nothing was looped, prerecorded, or overdubbed. Everything was done live. They started in 2004, taking five years to shape their skills before ever entering the studio, as a post-rock, krautrock band, but then they decided to become machine them self. And this is no joke; instead of becoming entangled in long tiring jams, their performance was all about structure; everything was properly placed and done at it exact timing. Their song was truly a song, a repertoire, a number. 

As fascinating as the resulting music already sounds on their debut releases for Macro (produced by Austrian legend Patrick Pulsinger), the band is perfectly able to bring it on stage. There, they connect the hypnotizing force of their analogue techno with the visual treat of a band doing it all right in front of your eyes. You hear it, you witness it, and you dance.

Elektro Guzzi - Pentagonia



ELEKTRO GUZZI - interview at DANCITY FESTIVAL 2011

#19
whoa.. big words..

Gini, gw suka EDM, trus iseng2 nyoba2in mixing. Pertama approachnya gak dari turntables, karena gw gak punya duit buat beli turntables. Gw start dari controllers mixer laptop butut dan DESKTOP, maen pake apa? Fruity loops! Gak ada tuh beatmatch2 segala. Nyambung lagu pake ambience noise bikin sendiri. Kurang emg, tapi mau gimana? Orang adanya itu. Pelan2 nabung beli turntables, tapi belum kepake juga, karena belum ada budget buat koleksi plat. Kurang lebih setaun setengah yll, gw ketemu traktor. Mulai belajar ttg beatmatch dari situ. Sure, nyamain tempo emg otomatis. Tapi gw belajar bahwa, "oh, ada lagu yang enak dibeatmatch secara keseluruhan, ada yg enak diambil partsnya aja segini terus di loop, ada ini ada itu, etc". Baru abis itu temen gw ada yg punya vinylnya traktor, dari situ baru belajar beatmatch beneran dikit2. Sekarang udh lumayan bisa beatmatch manual dikit2, jago sih belum. Tapi bisa, dan masih belajar. Jadi track belajar gw reversed. Dan gw yakin, yg track belajarnya gak "umum" gak mesti jadi salah juga. Esensinya apa sih? Jago turntables apa bisa mixing?

Trus, disini gw baca bahwa "budaya jalan pintas dan mau gampang" itu salah satu penyebab melorotnya EDM? Agreed, belajar lah, biar makin perfect, gak ada sih yg namanya mendadak jago, karena semua perlu jenjang. Built your character, learn to create a flow, tell a story with your mix and more. There's a whole lotta stuff to learn out there. Tp kayaknya gak cuma "budaya jalan pintas dan mau gampang" aja sih yg bikin EDM merosot. In my opinion, yg lebih bahaya justru budaya elitist. Di laptop butut gw masih kepasang stiker "ELITISTS ARE THE BIGGEST POSERS", dan gw percaya betul akan itu. Belum apa2 udah bikin elitisasi. "kaum" turntable dan "kaum" kontroler. C'mon guys, jadilah senior yg baik. Gimana mau bisa ada regenerasi kalo gitu caranya? Trus kalo semua orang musti bisa turntable, mau gimana? Bagi2 turntable? Minjem2in turntable ke orang2? Kursus DJ gratis? Nggak juga kan? Bayar kan? Mahal kan? Bayarnya make apa? Untumu?  :-\

Ya elah, gak gitu juga kali. Jalan orang kan beda2. Apa ada jaminan, kalau org pake turntables jago udh pasti jadi dj ( dan selain DJ, PERFORMER / ENTERTAINER ) yg baik? Et belum chenchu chyin. ELITISM itu salah satu gerbang kemudharatan kalo buat gw. Elitists hide behind whatever it is that they THINK makes them ELITE and defend it with all their might. And to build an empire of snobbery based on a tool? Pfft! Tools are nothing but an extension of your body, soul, and mind. THAT is your ultimate weapon, everything else is secondary. So whatever you use, master it and master it well. Make it a part of you, not the other way around.  This is your life, this is your art, never ever ever let anyone tell you what to do unless you think it fits you. And most of all, never stop exploring.

Ganbate!
#20
Sekedar illustrasi:

Pasar seni ITB  tahun '87, Oom gw iseng jualan2 (maaf) tokai2 an dari bahan resin. Bokap gw ngetawain, "lo udh gila ya, mana mau org beli tokai dari resin?" Padahal oom gw ini karyanya yg laen2 macem2 dari patung, grafis, smp lukisan dan keren2. Doi bikin sampe 100 pieces tuh tokai, buka stand pas diantara lapak yg jualan karya2 mahal dan bercita rasa tinggi. Dan apa yang terjadi sodara2? INDONESIA MASUK KE BABAK FIN..eh.. maksud saya, itu tokai2 semuanya terjual ludes! Apa komentar doi? "Percuma gue jual karya keren2 kalau orang ngerti juga kagak, mending gw jualan tokai.."

Moral of the story:

1. Gak ada namanya produk jelek, yg ada juga salah lokasi. Seperti kata guru2 marketing bersabda," Kunci penjualan yg sukses ada 3: 1. lokasi 2. lokasi 3.lokasi"

2. Jualah produk yg unik; ketika saingan kita jual lukisan, juallah tokai. Ketika saingan kita jualan tokai, juallah..pewangi ruangan? Ya ngerti lah maksudnya kemana..

3. Inovasi dan kreatifitas itu bukan sekedar tagline hampa.  Yang hampa itu hatiku.. #ehhh..

Nah, mari kita kembali ke leeeekboong.

Sekedar pengamatan aja sih ya. Munculnya trend2 kagetan kayak PSK bertopeng DJ ini, mungkin merupakan tanda2 dimana scene EDM sendiri ini mungkin sedang (atau boleh juga dibilang masih) berada di titik stagnan. Setelah masa2 keemasan super DJ lokal mulai meredup (ditandai dengan serbuan DJ2 dan performer EDM kelas dunia), nampaknya industri night life mulai kebingungan mau jualan apa, mengingat regenerasinya juga agak mandet. Ini juga berhubungan dengan serbuan import diatas tadi, dimana ketika DJ lokal kelas satu kemudian jadi pembuka untuk DJ kelas dunia, maka dengan sendirinya yg kelas dua turun ke kelas tiga, kelas tiga turun ke kelas empat, dan seterusnya. Ini berlaku utk event - event besar.

Diluar itu, event - event underground, walau massa nya terus bertambah, sedikit sekali mendapat tempat di venue2 yg lebih besar. Artinya, tidak terjadi kenaikan peringkat. Akibatnya pertumbuhannya juga terhambat dan scene lokal secara keseluruhan pertumbuhannya juga seret. Ini bukan berarti tidak ada kemajuan yang membanggakan dari talent2 muda berbakat, yang berhasil maju bahkan sampai ke kancah per DJ'an dunia.Tetapi secara garis besar, scene lokalnya sendiri ya tetep (maaf mengulang istilah lama) GGAN. Di Jakarta mungkin enggak terlalu ya. Tapi coba liat di daerah lain.

Lantas, apa artinya ini salah importir talent luar? Apakah ini salah dj-dj topless (hiii lucu, seperti kastengel dalem topless), apakah ini salah dj - dj yg playlistnya seperti cd2 "megamix 2011 disko selatan"? Tidak juga, bagaimanapun juga, sekali lagi gw ingatkan, this is showbizz. Business is business and nothing personal. Pengusaha akan mengusahakan sebisa-bisanya biar dagangan laku. Yang penting dapur ngepul. Mo maenin lagu tuktaktungtung, cekecescekeces, e a e o, dagangan gw laku mo ngomong aposee? Yakaan chyiin?

Mungkin udah waktunya berenti salah-salahan. Face it, in the end its just another market. If our own so called quality item doesn't sell, then there must be a mistake in the way we sell it. Period. Kenapa? Karena pada dasarnya di dunia yang kapitalis ini, semua bisa dijual. Bahkan tai2 an resin.
#21
- Good quality music. Check
- Good sound system. Check
- Good Venue. Check
- Good performer(s). Check

Ok, bukan mengeneralisir dan bukan bermaksud mengesampingkan taste ya, hanya berusaha mengerucutkan permasalahan aja, lets take "taste" out of the equation. Lets say that you're not into a certain genre of music, and all that necessity I've mention above are all fulfilled, what can actually sway you guys to see that certain show?

you might ask "Why the f is he trying to proof, asking all this? Showing off?". Fact is, ladies and gentlemen, this is show bizz. The moment the people behind it stopped asking what actually interest people to go see the show, the magic dies. Then people start to resort to easy stuff like topless female DJ's, stuff that gave a bad buzz to the scene itself, stuff that, again kills the magic, eventually.

Why all this fussing with magic? Apa ini? Sulap? Honestly? IMO, yeah, in a way. Magic is nothing but smoke and mirrors. But "magic" is actually the thing that binds the show itself. Those things we've listed above, those are the ingredients of that magic. Why do we go through all the hustle of going to certain club, certain places that sometimes are far far away from where we are? Magic. Magic is where we escape from the dreary, hectic, boring, grey, everyday lives. We listen to a good song, we close our eyes, we imagine things, magic happens. Again, in my opinion, this is the task given to show bizz entrepreneurs. No short of creating magics on stage. Now if we can have magic just by listening to good music in the comfort of our own place, why bother go to clubs, rave, parties and all that? Why bother paying?

But even magicians need help, magicians need people to tell them what to conjure in the first place, what places they wanna see, what are the things they love, what are they trying to escape from and all that. So again, I ask you guys. What do you want? Or don't want? Be imaginative, it doesn't have to be technical n all that. Anything, seriously





#22
Quote from: dj.pauL on 01/07/12, 11:54
Quote from: Discomfort on 01/07/12, 11:49
Ya any crowd who have any interest in electronic dance music or music in general perhaps? Makanya gw sih nanya disini karena disini tempatnya bukan?

Gak complicated dan gak usah dibikin complicated kok, pertanyaan simple2 aja yg berhubungan sama scene ini. Misalnya; Kalau musti sampai bayar, lets say, 150 ribu, ekspektasi show seperti apa yg anda inginkan? So far kan buat bayar aja kdg2 org gak mau, terutama buat performer lokal, jadi ya ditanyain mau performance seperti apa sih benernya. Karena gak tau, nanya, daripada sok tau kan? Simple kok
i think personaly i want musical quality from perfomers,and great sound offcourse.that's it.!

Kinda too general is it? For instance, lets say that there are 3 event with equally great performer quality, 3 equal sound system quality, 3 equally known great venue on one night. Which one do you choose? What would give an edge to a show? 
#23
Ya any crowd who have any interest in electronic dance music or music in general perhaps? Makanya gw sih nanya disini karena disini tempatnya bukan?

Gak complicated dan gak usah dibikin complicated kok, pertanyaan simple2 aja yg berhubungan sama scene ini. Misalnya; Kalau musti sampai bayar, lets say, 150 ribu, ekspektasi show seperti apa yg anda inginkan? So far kan buat bayar aja kdg2 org gak mau, terutama buat performer lokal, jadi ya ditanyain mau performance seperti apa sih benernya. Karena gak tau, nanya, daripada sok tau kan? Simple kok
#24
Quote from: danzig on 01/07/12, 07:23
simple aja sih, good music, proper sound, rocking crowd. tiga2nya ga bisa dipisahin, mesti ada semua kalo suatu event pengen dibilang bagus. but that's just me. nyambung ga sih sama thread-nya? gw kurang nangkep sebenernya.

Nyambung kok. My point is, mungkin udh waktunya crowd ditanya maunya apa, itu aja.
#25
Mungkin lebih menarik kalau justru pendapatnya bukan lagi2 dari scene godfathernya sih ya? Model2 gw aja lah, regular customer, plain nobody hahaha