Loader

Mahakarya RCTI 22 - masih pake low res footages ?

Started by stormtroopers, 18/08/11, 21:31

Previous topic - Next topic
Tanggal 17 Agustus 2011 jam 21.00 sampe jam 24.00 (kalo ngga salah) kemarin ada yang menyaksikan atau at least melihat sebentar pertunjukan yang di klaim paling akbar, dan teknologi visual yang sangat canggih di stasiun televisi yang sedang ber ulang tahun ke 22 yaitu RCTI ?

gue ngga mau komentar jor joran LED dimana mana, kalo bisa dimasukin semua LED yang di Indonesia ini, mungkin akan ada di situ semua deh.

yang mau gue komentarin adalah kualitas content yang low res. padahal LED sudah segede gede itu dan dimana mana. kok ya masih aja pake Edirol Motion Dive Tokyo yang hanya bisa lancar play low resolution footages. mentok di resolusi 640x480 pixel. itu pun kalo hardware atau komputernya prosesor tercepat dan VGA tertinggi spec nya mungkin masih membantu.

Memang Edirol Motion Dive Tokyo mungkin bisa dibilang mudah lah digunakan.
Tapi apa ngga mau mulai pake software lain yang mungkin masih bisa play footages SD.

Gue bukan orang yang bekerja di dunia broadcast dan ngga tau prosedur serta standard dari sebuah stasiun televisi.

Tapi setelah bertahun tahun gue perhatiin stasiun televisi ini (salah satunya). kok ya set panggung megah dan teknologi visual seperti LED yang canggih, ngga di ikuti dengan kualitas content yang bagus dari segi resolusi.

Kalo acara acara EDM aja off air, minimal visual jockey sudah mulai pake format SD (720x576 pixel) masa stasiun televisi yang sering klaim teknologi seperti itu ngga maju maju sih ?

Maaf kalo gue ada salah komentar atau salah data. Ngga tahan aja mau komentar.   8)







boleh juga visualnya. tapi layarnya panjang tuh. kalo 640x480 bakal strech dong. mungkin emang ga pake software vj? jadi playback aja.
One cigarette costs 2 minutes of your life. One bottle of beer costs 4 minutes of your life. One working day costs 8 hours of your life.

Ravelex.net - Administrator
Email : Admin[at]rvlx.net
Phone : 021-9996-7859 (office hour)
fax.: 021-7

@Gober
Sepengetahuan gue RCTI menggunakan produk Edirol Motion Dive dan PCR-80 (media server SD Format)
dan yang pasti terlihat sih Edirol Motion Dive (sempet keliatan pas kamera melewati FOH dan terlihat di monitor)

Kalo stretch, bisa diakalin di content nya. prosesor LED ngga harus fit in full screen, terima dari sourcesnya.
LED nya panjang yang terlihat cuma tengahnya aja, nah ini jg yang membuat content semakin pecah.

oh ya, kebetulan @Gober menampilkan video pada saat intro masuk ke Astec.
gue mau komentari juga nih.

embed video youtube gmn ya mang Gober ?

pot linknya (alamat)  aja, ntar langsung di embed sendiri.
One cigarette costs 2 minutes of your life. One bottle of beer costs 4 minutes of your life. One working day costs 8 hours of your life.

Ravelex.net - Administrator
Email : Admin[at]rvlx.net
Phone : 021-9996-7859 (office hour)
fax.: 021-7

mungkin ga klo berhub sama hardware maintenance and development nya?
stau gw klo large corporation kan ga develop ato memperbaharui alat sampe kurun waktu tertentu, dan klo ga salah mreka beli beberapa unit console motiondive itu untuk keperluan inhouse...ya mungkin ga di develop lagi buat pake yang baru...padahal teknologi nya udah naik standard dari low-res ke SD content footages.

klo buat panjang LED sih gw stuju ama Stormtroopers, mau spanjang apa tinggal di peyang2in, lonjong2in sesuai resolusi standar software nya bisa ngikutin output nya, cuma resiko nya ya hasil nya jd pecah2 klo media nya terlalu besar di banding dengan resolusi content nya yang cuma seiprit.. (jin? ;D)

jd ini mungkin lebih berhubungan dengan teknologi yang mungkin belum di update aja, dengan berbagai kebijakan prusahaannya...IMHO

gatel nya sih emang bikin pengen ngomong simpel nya : "ganti laptop jaman skarang aja dan pake resolume 3 aja kali bapak2 RCTI... kan udah support SD (or even better, HD) " xixixixixi....

peace brothers

*btw senang ada bahasan2 ini lagi hehehe...

Yang penting penonton senang
*Image Removed*

Quote from: mocko on 05/09/11, 02:21
Yang penting penonton senang
Ya paling mikirnya mending keliatan banyak dan megah walaupun ga detail, drpd keliatan detail tp minimalis.
Sama kaya perusahaan yg mikirnya mendingan bikin iklan TVC yg jelek tp sering banget tayang, drpd ngabisin budget di produksi bikin TVC yg kualitasnya bagus, tp frequency tayang yg rendah.
Audio Visual D


Quote from: Gober on 18/08/11, 23:16


boleh juga visualnya. tapi layarnya panjang tuh. kalo 640x480 bakal strech dong. mungkin emang ga pake software vj? jadi playback aja.


Kebetulan bung Gober posting youtube Mahakarya pas scene ini.
Scene yang serupa tapi tak sama. "adaptasi ? referensi ?" atau apalah. silahkan di terjemahkan sendiri.



padahal Benyonce "referensi" nya adalah ini :

Lorella Cuccarini (Sanremo 2010) Performance [FULL]


Lorella Cuccarini 2010

Bandingkan secara bersamaan :



dan ternyata Beyonce dan Lorella "referensi" nya adalah :



KAGEMU - BLACK SUN

Visual design : Nobuyuki Hanabusa ( http://hana-busa.jp)
Dance : ORIENTARHYTHM (http://www.orientarhythm.com] [url]http://www.orientarhythm.com[/url] )

mari kita bandingkan ketiganya : Beyonce, Lorella dan Kagemu (yang Mahakarya RCTI ngga usah ya ;{ )


Sori Off topic...

Ada yang merhatiin karya RCTI paling baru "Mastercheff Indonesia"? Gua mau bahas ini dari dulu dari segi produksi, tapi ga ada forum yg ngebahas. Jadi gua lempar deh kesini. Pertanyaan gua, kenapa edisi mastercheff lokal amat sangat statik, beda jauh dengan yang australia / amrik. Ga usah gua yang demen kritik, orang awam aja bilang mastercheff sini sangat tidak menarik untuk ditonton.

Mungkin pembelaannya adalah klise "budgetnya beda". Emang keliatan dari set, lighting dan kamera. Tapi gua rasa hal itu bisa dikompensasikan dengan editing yang at least sama dengan yang diluar. Untuk versi australia / amrik gua perhatiin cut to cutnya tidak lebih dari 3 detik, flownya bagus. Kalau disini perpindahannya terlalu lama, jadi untuk durasi episod 1 jam berasa lama banget. Buat yang lebih ngerti mungkin bisa ngasih penjelasan ke gua? Apakah hambatan disini adalah editornya yang masih pakai cara lama atau memang ada hal lain?

Menurut gua RCTI udah cukup berani bawa mastercheff ke sini. Tapi sayang kalo konsep acara yang udah mahal mahal di beli cuma bisa bertahan 1 season doang.
One cigarette costs 2 minutes of your life. One bottle of beer costs 4 minutes of your life. One working day costs 8 hours of your life.

Ravelex.net - Administrator
Email : Admin[at]rvlx.net
Phone : 021-9996-7859 (office hour)
fax.: 021-7

Quote from: Rendy on 04/09/11, 15:04
......

jd ini mungkin lebih berhubungan dengan teknologi yang mungkin belum di update aja, dengan berbagai kebijakan prusahaannya...IMHO


Kalo menurut gue ngga bisa dijadiin alasan untuk tidak update teknologi terbaru karena kebijakan perusahaan tidak mau update.

Karena RCTI sebelum memutuskan membeli produk Edirol seperti Motion Dive dan PR-80, diberi kesempatan oleh distributor untuk mencoba (dalam kurun waktu yang cukup lama) peralatan tersebut.
Sebelum manajemen RCTI memutuskan untuk membeli peralatan tersebut.

Jadi setelah digunakan beberapa kali, baru dibeli.
Nah, pertanyaan nya adalah, mengapa tidak trial teknologi terbaru (software dan hardware) yang lebih update ?
mungkin jawabannya adalah, kurang informasi.

Produk Edirol itu sendiri sudah ditawarkan cukup lama oleh distributor di Indonesia ke RCTI.
Nah, dengan minimnya info, dan hanya menggunakan yang ditawarkan, mungkin dianggap sebagai Best Tools for Visual Operating ya ?


Quote from: Gober on 15/09/11, 17:01
Sori Off topic...

Ada yang merhatiin karya RCTI paling baru "Mastercheff Indonesia"? Gua mau bahas ini dari dulu dari segi produksi, tapi ga ada forum yg ngebahas. Jadi gua lempar deh kesini. Pertanyaan gua, kenapa edisi mastercheff lokal amat sangat statik, beda jauh dengan yang australia / amrik. Ga usah gua yang demen kritik, orang awam aja bilang mastercheff sini sangat tidak menarik untuk ditonton.

Mungkin pembelaannya adalah klise "budgetnya beda". Emang keliatan dari set, lighting dan kamera. Tapi gua rasa hal itu bisa dikompensasikan dengan editing yang at least sama dengan yang diluar. Untuk versi australia / amrik gua perhatiin cut to cutnya tidak lebih dari 3 detik, flownya bagus. Kalau disini perpindahannya terlalu lama, jadi untuk durasi episod 1 jam berasa lama banget. Buat yang lebih ngerti mungkin bisa ngasih penjelasan ke gua? Apakah hambatan disini adalah editornya yang masih pakai cara lama atau memang ada hal lain?

Menurut gua RCTI udah cukup berani bawa mastercheff ke sini. Tapi sayang kalo konsep acara yang udah mahal mahal di beli cuma bisa bertahan 1 season doang.


Kalo menurut gue, sang produser TV Lokal dituntut untuk mengadaptasi demografi penonton di Indonesia secara keseluruhan.
Sebenernya yang disebut Gober di atas terjadi hampir semua franchise programme TV yang ditayangkan oleh TV lokal.

Masterchef Australi dan US mana ada tanyangan Masterchef Ramadhan...

Sebenernya keluhan gua sama dengan pertanyaan lo kenapa mereka masih pake lowres, padahal kalau mau "nyontek" seharusnya sekalian ampe teknologinya.

Kalo soal menyesuaikan dengan demografi penonton sini, ok lah, itu ga masalah. Karena konten lokal juga penting untuk dimasukin, tapi gua ngeliat dari sisi editing aja, kenapa ga pakai teknik yg sama dengan yang dipake luar? apakah emang tuntutan lokal karena pake editing yang kayak gitu dianggap sesuai dengan penonton lokal? Atau emang ada hal lain yang bikin beda?
One cigarette costs 2 minutes of your life. One bottle of beer costs 4 minutes of your life. One working day costs 8 hours of your life.

Ravelex.net - Administrator
Email : Admin[at]rvlx.net
Phone : 021-9996-7859 (office hour)
fax.: 021-7

apakah ini ada hubungannya dgn kecepatan berfikir penonton lokal dan penonton luar untuk mencerna hasil editan..?
menyesuaikan dengan demografi otak penonton :)

Quote from: Wind:p on 20/09/11, 04:46
apakah ini ada hubungannya dgn kecepatan berfikir penonton lokal dan penonton luar untuk mencerna hasil editan..?
menyesuaikan dengan demografi otak penonton :)

bisa juga dimungkinkan seperti itu :)

bener juga.. make sense...
One cigarette costs 2 minutes of your life. One bottle of beer costs 4 minutes of your life. One working day costs 8 hours of your life.

Ravelex.net - Administrator
Email : Admin[at]rvlx.net
Phone : 021-9996-7859 (office hour)
fax.: 021-7

@the boring local masterchef

iya sih penyesuaian demografi, cuma jawaban ini yang akhirnya bikin stagnan kan?, mnurut gw sih biar aja di jiplak sampe flow editing nya spt yang Gober tulis diatas. klo engga ya si demografi ini ga naik2...penonton ya jadi bego aja terus, bukan karena ga belajar, krn yang memberikan informasi terus beranggapan klo audiens nya bodoh dan lamban...

kalo baca posting @Rendy dan komen komen di atas.

jadi nya berasa banget TV lokal dengan target audience tertentu berusaha untuk tidak bikin pintar penontonnya hehehe.
Keep on our people goblok is the best way for local stations ?


iya the point beli franchise seharusnya beli tekniknya juga bukan? ga cuma brandnya aja. restoran mc. donald disini mungkin rasanya udah localize, tapi tetep presentasinya international.
One cigarette costs 2 minutes of your life. One bottle of beer costs 4 minutes of your life. One working day costs 8 hours of your life.

Ravelex.net - Administrator
Email : Admin[at]rvlx.net
Phone : 021-9996-7859 (office hour)
fax.: 021-7

Quote from: Gober on 03/10/11, 16:38
iya the point beli franchise seharusnya beli tekniknya juga bukan? ga cuma brandnya aja. restoran mc. donald disini mungkin rasanya udah localize, tapi tetep presentasinya international.

Nah, mungkin juga udah termasuk tekniknya ya, tapi bahaya nya, kemungkinan besar dengan alasan seperti yang disebutkan di atas, teknik yang selama ini dipakai ala stasiun lokal lah yang dianggap paling pas untuk demografi di Indonesia.  IMHO

kembali ke budget... orang goblok biyayanya biasanya lebih murah...  jadi biar aja penoonton jgn bibikin cepat pintar... biar gak mesti bayar mahal buat menghibur ;)