Loader

Anak Singkong Belajar Disko

Started by Gober, 27/07/07, 09:12

Previous topic - Next topic
Kompas,  humaniora, 27 juli 2007

Anak Singkong Belajar Disko

Parfummu dari Paris

Sepatumu dari Itali

Kau bilang demi gengsi

Semua serba luar negeri

Manalah mungkin, kuikuti caramu

Yang penuh hura-hura

Aku suka singkong, kau suka keju o o o

Aku suka jaipong, kau suka disko o o o

Yang kudambakan seorang gadis yang sederhana

Aku... hanya... Anak Singkong...

(Sidosa a.k.a Masary a.k.a Arie Wibowo)

Dalam sejarah youth culture, sepertinya kita akan kesulitan untuk mencari komparasi atas gegap gempita revolusi flower generation pada tahun 60-an, sebuah gerakan kebudayaan yang mampu memengaruhi gaya dan ideologi secara massal di hampir seluruh penjuru dunia. Namun, diam-diam sebenarnya ada yang mampu menjadi pembanding. Mungkin kita tidak akan menganggapnya sebagai revolusi karena sifat penetrasinya yang halus dan tidak menggebrak secara radikal. Pelan-pelan tetapi pasti, memaksa manusia modern untuk mau tidak mau menghamba kepadanya.

KILL THE DJ


Komputer. Ya, ditemukannya komputer, yang berkembang hingga diciptakannya personal komputer yang lebih murah. Sejak itu teknologi digital dengan segala kemudahan yang dimilikinya terus-menerus menawarkan hal-hal baru kepada peradaban dunia untuk dikonsumsi. Hari ini, terutama untuk masyarakat kosmopolitan, bisa dikatakan hampir seluruh sendi kehidupan bersinggungan dengan gaya hidup digital. Bahkan, Anda bisa men-setting suara azan dari komputer atau handphone untuk mengingatkan waktu shalat sudah tiba.

Dalam dunia musik, berkat komputer, kemudian tercipta mesin-mesin elektronik yang memanipulasi suara, sampling, imitasi atas yang imitasi, yang kemudian melahirkan genre disebut elektronika. Grup musik Kraftwerk (Jerman/awal 70-an) adalah salah satu pionir dalam genre ini. Kemudian klub-klub malam dan dance culture mulai dihiasi suara-suara imitasi elektronika yang disebut disko.

Istilah rave party di kemudian hari muncul, bermula dengan cara underground, menggunakan tempat-tempat tidak lazim, mencoba mempertemukan manusia-manusia individual yang sibuk dengan rutinitas hidup dalam kehangatan yang humanis.

Rave di Indonesia


Di Indonesia, nama Jockie Saputra bisa dijadikan penanda waktu menjamurnya kultur kelab malam yang menghiasi kultur anak muda di Indonesia, yang kemudian menawarkan alternatif fashion baru di tengah sisa-sisa romantisme flower generation dan ideologi underground yang mendominasi wacana fashion anak muda Indonesia dekade 80-an hingga 90-an.

Akhir 90-an, di Jakarta, beberapa komunitas mulai menggelar acara-acara rave party underground di luar mainstream, taruhlah DJ Anton bersama Future Production sebagai salah satu contoh. Di Bandung, terlahir grup elektronik dengan nama Playaz, kemudian menyusul Elektrofux dan Mobil Derek. Di Yogyakarta, setelah melintasi melting pot yang penuh energi, komunitas elektronik musik bergeliat dan berujung digelarnya Parkinsound; Yogyakarta Electronic Music Movement (1999).

Sementara anak-anak yang masih kekeh dengan ideologi underground mengintip dari kejauhan, apa yang sedang menyerang fashion kita hari ini?

Gerakan musik elektronik dan dance kultur di Indonesia tahun 90-an menawarkan gaya dan fashion yang berbeda dengan generasi funky house 80-an. Pada tahun 80-an belum ada cukup wacana dan ideologi yang menyertai kehadirannya, tetapi bukan berarti tidak ada penggemar. Diskotek selalu penuh, apalagi di malam minggu dan nama Jockie Saputra tertera di spanduk.

Sementara generasi 90-an, dengan genre musik dan fashion yang lebih beragam, mulai mengusung wacana ideologi dengan spirit rave; celebrate for music, people, peace, love, and respect, yang terkenal itu, yang kemudian oleh Slank, entah sengaja atau tidak, menjadi judul album.

Periode berikutnya adalah lahirnya diskotek-diskotek dalam fashion berbeda dengan model diskotek-diskotek 80-an di berbagai kota besar di Indonesia. Menawarkan acara-acara reguler dan program-program spesial. Funky house dan fashion disco 80-an ditinggalkan untuk kemudian eksis di pinggiran bersama techno-dangdut dengan masa dan penggemarnya tersendiri, ini tidak berarti lebih sedikit, cuma jauh dari highlight publisitas— hingga kemudian hari ini mereka menggebrak eksistensinya dengan SMS dan Kucing Garong.

Profesi DJ menjadi primadona, ada yang benar-benar serius, tetapi lebih banyak yang karbitan. Event organizer dan sponsor mengalihkan perhatian pada hal baru yang disebut party ini. Masyarakat kita bingung dan bertanya apa bedanya dengan wedding party? Hakikat dan spirit rave itu sendiri kemudian ditiadakan atas nama pasar dan itu logika industri yang wajar.

Puncak dinamika dan aktivitas terjadi hingga tahun 2004, di mana hampir setiap bulan ada acara rave party out door. Bahkan, di peak session 2004, rentang Juni hingga September, dalam satu bulan bisa ada 4-6 acara rave party out door, dan bisa dikatakan semuanya dipadati pengunjung yang disebut raver. Venue yang dipilih biasanya di luar kota: pegunungan, pantai, dan tempat wisata yang lain.

Dalam situasi hectic dan latah macam ini, setelah menggelar Parkinsound 2004 yang tetap saya coba pertahankan dengan idealisme elektronika, saya menyampaikan kekhawatiran kepada teman-teman yang bergerak dalam bisnis rave party ini: tahun-tahun berikutnya akan sepi dengan acara-acara rave party out door. Alasannya, karena kita tidak bisa menahan diri, terlalu bersemangat, latah, hingga lupa kita berada di konteks sosial macam apa. Bayangkan dentuman sound system puluhan ribu watt di hampir setiap pekan hingga matahari terbit, di saat bersamaan masyarakat di sekitar venue sudah mulai pergi menggarap sawah atau ke pasar.

Demikian halnya dengan masalah perizinan. Perangkat kerjanya belum siap mengakomodasi industri baru yang disebut party ini. Surat pengaduan dan protes masyarakat diterima polisi karena gangguan rave party ini.

Prediksi itu benar-benar terjadi. Tahun-tahun berikutnya, terutama di Pulau Jawa, barisan DJ dan raver terkurung di klub dan diskotek. Sangat susah untuk menggapai sensasi out door seperti rentang 2002 hingga 2004.

"Where do you come from?"

Paris, musim semi 2002, di sebuah kafe di pinggir Sungai Seine depan Theatre de la Ville, saya ngobrol dengan Frie Lesyen, founder dan Direktur Kunsten Festival Des Arts Brussels. Perbincangan seputar identitas subyek dan obyek di zaman global. Sangat susah! Tidak cukup hanya bermodal semangat mendobrak nilai-nilai. Sekadar sensasi-sensasi murahan yang sering dijadikan pijakan karya khas anak muda tidak akan menjawab persoalan. Ini tentang hakikat dan alasan, bukan kesempatan.

Ujung dari perbincangan ini adalah sebuah pertanyaan sekaligus pernyataan yang membuat saya terdiam dan tidak mampu meneruskan perbincangan; "Sorry, in this global world people still ask you; where do you come from?"

Hari berikutnya, sepanjang hari saya memikirkan pertanyaan itu. Where do you come from? Seorang pemuda Prambanan, yang lahir dan tumbuh di antara candi-candi tanpa ritual, sayup- sayup mendengar gamelan, sinden, wayang, atau ketoprak, untuk kemudian menjadi memori bawah sadar sebagai irama dan melodi tanpa pemahaman karena sejak kecil belajar di madrasah dan pesantren.

Saya tahu, tidak ada yang salah dengan hal itu dan saya tidak sendirian. Tubuh saya hanyalah representasi dari begitu banyak anak muda di Indonesia segenerasi, yang hidup di antara persilangan peradaban dan kultur. Saya tidak betul-betul global dan kontemporer, sekaligus saya tidak betul-betul tradisional. Tapi, tidak kemudian dengan mudah menyebutnya sebagai 'hybrid' karena kata itu tidak berarti sama dengan 'karut-marut'. Pun demikian, saya tak pernah menyesali identitas ini. Ya, mari kita rayakan 'karut-marut' ini.

Dua hari kemudian saya menghadiri undangan konser di sebuah klub, menghadirkan Talvin Singh; seorang elektronika asal London dan pernah memberi kontribusi pada album artis terkenal, mulai dari Bjork, Massive Attack, hingga Madonna. Groove telah dimainkan, lantai dansa pelan-pelan pecah dalam beat Talvin Singh yang rendah tetapi sangat groovy, lalu semua berdansa, dalam energi memesona.

Kekuatan Talvin Singh adalah hybrid yang konkret dan kemampuannya dalam memainkan beberapa jenis musik, dari alat musik tradisional India, synthesizer, hingga scratching ala Battle DJ. Di situlah persoalan muncul bagi saya ketika Talvin Singh mulai memainkan scratching kata-kata; "Where do you... Where do you... Where do... Where do you come from?"

Yeah... seperti itu secara simultan dan berulang-ulang, di antara bebunyian synth pad, ketukan tabla, dan dentuman beat drum dan bas, membuat saya teringat dengan perbincangan tentang identitas subyek dan obyek tadi. Saya mulai melihat sekeliling. Orang kesepian di tengah keramaian dalam keterasingan yang agung.

Tubuh yang tidak jujur

Saat ini saya selalu berusaha menyempatkan diri untuk datang ke klub dangdut di setiap kota di Indonesia yang saya kunjungi, atau sesekali berkunjung ke tempat-tempat seperti Purawisata di Yogyakarta yang memang kandang dangduters sejati.

Di tempat-tempat seperti ini, kita bisa menemukan peluh keringat orang-orang yang berjoget mengucur bersama gerakan tubuh yang jujur, menumpahkan segala sumpah-serapah dan beban hidup dalam irama dan lagu yang tidak asing di telinga, yang didendangkan oleh penyanyi lokal pujaan. Lengkap dengan bau minuman alkohol.

Fashion bukan yang utama meski bukan berarti tidak peduli. Namun, kesempatan untuk berjoget lebih penting dari apa pun. Pendeknya, antara alunan musik, atmosfer, dan gerakan tubuh semuanya selaras dan mempresentasikan kejujuran. Spiritnya mirip dengan peristiwa pesta tradisional semacam tari-tari Ndolalak, Angguk, atau Ledekan. Itu pesta! Mau dikategorikan apa lagi?

Hal sebaliknya terjadi di beberapa diskotek dan klub-klub di kota-kota besar di Indonesia hari ini. Hanya sebagian kecil dari pengunjung yang benar-benar punya spirit beat dan groove electronica yang mendarah daging dan mampu menggerakkan tubuhnya dalam intuisi purba.

Selebihnya adalah tubuh yang menyimpan memori irama dan joget agrikultur khas Indonesia dalam balutan fashion kosmopolit. Tubuh-tubuh yang pura- pura berpesta; tubuh dan jiwa-jiwa yang sebenarnya baik-baik saja; tidak punya persoalan dengan rutinitas khas manusia modern yang memaksanya menjadi manusia multitasking dan individual, untuk kemudian diistirahatkan dalam kehangatan rave yang hakiki.

Barangkali kita termasuk manusia kosmopolitan yang hidup di kota besar dengan kesibukan dan rutinitas ekstra, yang membutuhkan kompensasi-kompensasi liar untuk menghilangkan stres. Namun, apakah sebenarnya tubuh dan mindset kita sudah tune in dengan groove dan party model dance culture semacam ini?

Bagaimana kita akan merasa terbebas dan berpesta jika semuanya masih terkendali, selalu berpikir dan melakukan koreksi, apakah gerakannya sudah cukup cool dan seksi, atau berjaga-jaga agar jangan sampai keringat terlalu kuyup membasahi tubuh dan melunturkan make-up, atau selalu resah karena salah kostum?

Begitulah kebutuhan diciptakan dan kebudayaan massa terbentuk. Situasi di mana tren dan fashion mengooptasi otonomi individu atas identitas dan karakter. Selalu seperti itu.

Dalam kasus disko dan party ini, bagi saya tidak ada yang salah atau benar. Juga tidak ada anjuran seharusnya bagaimana. Kita adalah anak-anak dari zaman yang berlari kencang; karya agung dari waktu yang terus melaju.

Kita adalah generasi anak singkong, dan kita boleh saja belajar disko dan berpesta! Namun, bagi kita, anak-anak singkong ini there's no DJ saved our life!

KILL THE DJ Founder of Jogja Hip Hop Foundation, Performance Fucktory, Parkinsound, Whatever Shop, United of Nothing
One cigarette costs 2 minutes of your life. One bottle of beer costs 4 minutes of your life. One working day costs 8 hours of your life.

Ravelex.net - Administrator
Email : Admin[at]rvlx.net
Phone : 021-9996-7859 (office hour)
fax.: 021-7


Quote from: Gober on 27/07/07, 09:12

Bagaimana kita akan merasa terbebas dan berpesta jika semuanya masih terkendali, selalu berpikir dan melakukan koreksi, apakah gerakannya sudah cukup cool dan seksi, atau berjaga-jaga agar jangan sampai keringat terlalu kuyup membasahi tubuh dan melunturkan make-up, atau selalu resah karena salah kostum?


klo gw siyh perasaan klo udah jogedan kaga peduli lg mo keringet seember juga..apalagi mikirin gerakannya..yang penting asoyyy :P
i need to fine a place where i belong..
and take me to a place called home..

 *bgs* UNCLE=Kita emang harus terus belajar Disco sampe pintar Joged_nya!
We Are Not Anonymous We Are Underground

anti kemapanan !! joget ma sebebas bebasnya..
DALTON's Family
---------------------
Dance Without Moving

Quote from: awanikov on 28/07/07, 19:05
anti kemapanan !! joget ma sebebas bebasnya..

setuju!! setuju!! setujuu!! *bgs*
i need to fine a place where i belong..
and take me to a place called home..

gua cuma bisa bilang ni tulisan keren bgt....gua suka  *bgs* *bgs*


keren abis ni tulisan!!!

Quote from: irvanvitaxx on 28/07/07, 22:25
gua cuma bisa bilang ni tulisan keren bgt....gua suka  *bgs* *bgs*

setuju..emang keren..  *bgs* *bgs*


..Leave me here in my stark, raving, sick, sad little world..!

kereeeeeeeennn..
mudah di mengerti..
masuk akal..
dan apa adanya..

dan yang terpenting..
pake bahasa Indonesia!

HIDUP ANAK SINGKONG!!!

whatever people say i am, that's what i'm not

kalo eike sukanya keju.. gimana donk *piss*

performanceFCUKtory ... keren tuh jogja ,,
ni tulisan si JUKI" (parkinsound+performancefcuktory) bukan ya ???
pernah baca juga di trolleymagz (rip) tahun 2000 ,, top !!!

Quote from: Gober on 27/07/07, 09:12
Hal sebaliknya terjadi di beberapa diskotek dan klub-klub di kota-kota besar di Indonesia hari ini. Hanya sebagian kecil dari pengunjung yang benar-benar punya spirit beat dan groove electronica yang mendarah daging dan mampu menggerakkan tubuhnya dalam intuisi purba.
HIDUP SoBERrrr........ *piss*   ;D  *piss*
H A L L U C C I N O G E N S

Quoteanti kemapanan !! joget ma sebebas bebasnya..

ini gue kurang setuju neh,gue pingin mapan soalnya  *piss* (no offens)

 :)

dinamika anak zaman yang "terjebak" dalam globalisasi & perubahan nilai, namun tetap terus berusaha untuk memperjuangkan idealismenya..

mantappp.. *bgs*

this is how the scene should be.. ;)
audio  - video - disco
I hear - I see  - I learn

singkong keju enak lhoo... mix hehehehe ;D ;D
"Don't play it safe standing for nothing. Better to die fighting for something"
-Sepet-

-VJ illusion-
myspace.com/vjillusion
ricco.sepet@gmail.com

bukan mau ikut2an tp ini tulisan emang keren.... mudah dicerna...
....lighting can strike....

Quote from: Ricco.Sepet on 31/07/07, 12:38
singkong keju enak lhoo... mix hehehehe ;D ;D

@sepet : ..... dibandung...... dus kecil 5 rebu.......
                                  dus besar 7 rebu.....
beda di isinya......agak banyakan nyang 7 rb......
diatasnya ditambah...keju craft serut sedikit...
Walau makan susah Walau hidup susah
Walau tuk senyumpun susah
Rasa syukur ini karena bersamamu
juga susah dilupakan

(Ku Bahagia - Sherina)

keren2 bener2 berisi banget tulisannya... meskipun gw cuman baca setengah (pusing baca kelamaan) maklum lah indra penglihatan gw jarang di latih... lebih sering indra pendengaran hehe... *piss* (bilang aja ga suka baca  ;D )
================================
NEW REMIXES FROM LYMBERS
Bat for Lashes - Horse & I (LYMBRS RMX)
The Presets - My People (LYMBRS RMX)

AVAILABLE ON www.myspace.com/lymbrsrmx
================================

Quote from: KoJack on 31/07/07, 13:48
Quote from: Ricco.Sepet on 31/07/07, 12:38
singkong keju enak lhoo... mix hehehehe ;D ;D

@sepet : ..... dibandung...... dus kecil 5 rebu.......
                                  dus besar 7 rebu.....
beda di isinya......agak banyakan nyang 7 rb......
diatasnya ditambah...keju craft serut sedikit...

mantep..  :P :P


..Leave me here in my stark, raving, sick, sad little world..!

lah ini kok malah ngomongin makanan  ;D ;D wah itu singkong keju bisa delivery ke jakarta ga hehehe.... ;D ;D
================================
NEW REMIXES FROM LYMBERS
Bat for Lashes - Horse & I (LYMBRS RMX)
The Presets - My People (LYMBRS RMX)

AVAILABLE ON www.myspace.com/lymbrsrmx
================================

Quote from: KoJack on 31/07/07, 13:48
Quote from: Ricco.Sepet on 31/07/07, 12:38
singkong keju enak lhoo... mix hehehehe ;D ;D

@sepet : ..... dibandung...... dus kecil 5 rebu.......
                                  dus besar 7 rebu.....
beda di isinya......agak banyakan nyang 7 rb......
diatasnya ditambah...keju craft serut sedikit...
weheheh...tau aja..kemarin ke bdg ga sempet nyobain.. liat banyak malah wafer coklat/ chocolate stick gitu.. lagi musim yah di bdg?

"singkong keju".. campuran lokal dan internasional..tapi tetep dengan khas citarasa lokal *bgs*
"Don't play it safe standing for nothing. Better to die fighting for something"
-Sepet-

-VJ illusion-
myspace.com/vjillusion
ricco.sepet@gmail.com

singkong goreng kalo tau cara gorengnya bisa lebih enak dari kentang goreng Mcd lho... :P jadi pengen singkong goreng extra crispy nih... ;D produk lokal ga kalah lah (termasuk dalam musik) hehe... musik indo kalo tau cara gorengnya bisa lebih enak dari music eropa atau pun amerika (at least buat kuping lokal) *piss*
================================
NEW REMIXES FROM LYMBERS
Bat for Lashes - Horse & I (LYMBRS RMX)
The Presets - My People (LYMBRS RMX)

AVAILABLE ON www.myspace.com/lymbrsrmx
================================

Quote from: lymbers on 03/08/07, 01:17
singkong goreng kalo tau cara gorengnya bisa lebih enak dari kentang goreng Mcd lho... :P jadi pengen singkong goreng extra crispy nih... ;D produk lokal ga kalah lah (termasuk dalam musik) hehe... musik indo kalo tau cara gorengnya bisa lebih enak dari music eropa atau pun amerika (at least buat kuping lokal) *piss*

musik klo di goreng jadi apaan? ;D


..Leave me here in my stark, raving, sick, sad little world..!